Minggu, 30 Januari 2011

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR


Belajar sebagai suatu kegiatan yang mempengaruhi tujuan, tentu banyak faktor yang mempengaruhinya. Begitu banyak faktor tersebut, maka pada garis besar dapat dibagi kepada dua kelompok, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi, hingga hasil belajar yang akan dicapai sangat tergantung kepada kedua faktor tersebut.
1.       Faktor Intern
Yang tergolong dalam faktor-faktor Intern antara lain sebagai berikut:
a.       Motivasi
b.       Kemampuan
c.        Bakat
d.       Minat
e.       Attitude
1)       Motivasi
“Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu apa yang dapat ia lakukan”.[1]
Motivasi merupakan hal yang penting dalam menciptakan dorongan belajar seseorang muslim dan semakin baiknya kondisi yang tersedia semakin besar dorongan untuk belajar. Oleh karenanya seseorang muslim hendaknya menciptakan kondisi yang baik sehingga dapat mendorong umat Islam dalam belajar.
Dengan istilah Motivasi dimaksudkan adalah “usaha-usaha yang dilakukan seseorang guru untuk menciptakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan dorongan belajar”.[2] Motivasi itu bersumber pada diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan, seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dibutuhkan, seperti lapar, haus, dorongan sex, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kemudian meningkatkan ke taraf kejiwaan emosi, seperti ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi atau ingin sukses.
Motivasi erat sekali hubungannya dengan emosi atau insting, dan insting itu sendiri erat hubungannya dengan minat, maka timbul kemauan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi mendorong seseorang untuk bertindak.
Motivasi-motivasi untuk belajar dapat ditimbulkan: kebutuhan organis dasar, seperti lapar, haus, menghindari diri dari rasa sakit, desakan sex dan sebagainya. Desakan-desakan sosial, seperti diakui sebagai anggota kelompok/golongan, dihargai sebagai individu desakan mencari pengalaman baru.[3]

Dengan demikian setiap individu yang merasakan adanya suatu kebutuhan, maka aktivitas akan diarahkan pada tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. “yaitu kebutuhan dan tujuan”.[4]
Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Demikian juga dengan kegiatan belajar, tidak ada belajar tanpa adanya motivasi, karena hal itu merupakan faktor yang terpenting dalam membangkitkan keinginan belajar.
“Dalam kegiatan belajar tanpa ada motivasi  yang kongkrit akan menyebabkan kedangkalan, lemah sehingga menjadi suatu tindakan yang mekanik dan otomatis”.[5]
Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas jelaslah bahwa timbulnya motif atau dorongan karena adanya bermacam-macam kebutuhan. Maka dalam hal ini umat Islam dengan berbagai cara dapat menimbulkan dari diri seseorang akan merasa butuh, sehingga kaum muslim punya keinginan untuk melakukan aktivitas belajar dengan baik. Kaum muslim harus berusaha agar anaknya mengetahui dengan jelas tujuan yang akan dicapai dalam belajar, karena tujuan yang menarik merupakan motivasi yang terbaik dalam belajar.
“Adapun fungsi dari motivasi yaitu mendorong pelajar dalam melakukan aktivitas belajar. Menentukan arah dan sasaran yang ingin dicapai. Menyeleksi perbuatan-perbuatan yang diinginkan”.[6]
Motivasi dalam hubungan situasi Teaching Learning yang formil diistilahkan dengan Incentive yang meliputi hasil kecakapan, hadiah (reward), hukum (Punishment), takut gagal dan kompetisi.
Dengan demikian jelaslah bahwa motivasi merupakan faktor yang berperan dalam belajar, tanpa motif kegiatan belajar tidak akan terarah, sehingga tidak efektif, semakin tepat dan kuat motivasi yang diberikan, usaha belajar pun semakin efektif.
2)       Kemampuan
Kemampuan merupakan pengertian yang berhubungan dengan potensi-potensi kejiwaan, seperti ingatan, pengertian potensi untuk menghubung-hubungkan. Dalam pengertian sehari-hari disebut Intelegensi (Kecerdasan).
Sebelum membahas tentang Intelegensi terhadap belajar, ada baiknya terlebih dahulu kita pahami bahwa apa sebenarnya intelegensi itu.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah intelegensi telah banyak dibahas orang, baik secara khusus maupun sepintas lalu bersama dengan pembahasan masalah pendidikan dan pengajaran lainnya.
Sebagai landasan untuk menjelaskan, penulis akan mengemukakan beberapa pengertian tentang intelegensi yang diberikan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut:
a)       Delos D. Wickens:
Intelegensi is an over all ability which in cludes such perceiving relationship dealing with abstrac material, verbal faciliti and learning and retaining concept.”[7]
Artinya: Intelegensi adalah semua kesanggupan yang meliputi kesanggupan menerima, kesanggupan mengambil pengertian yang abstrak, kesanggupan berbahasa, kesanggupan memahami dan mempelajari kata-kata konsepsi.
b)       Albert A. Branca:
Intelegence is most frequently defined as the ability to adjust adequately to the environment or to deal evectively with it”.[8]
Artinya: Intelegensi sering didefinisikan sebagai kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif.
c)       Lewis M. Terman: Intelegensi adalah sekumpulan kesanggupan untuk melakukan pemikiran-pemikiran yang abstrak”.[9]
d)       Devid Weshler: “Intelegensi adalah sekumpulan kemampuan individu untuk melakukan tindakan yang mempunyai tujuan, berpikir rasional dan kemampuan untuk menghadapi lingkungan secara efektif.”[10]
Dari beberapa pengertian diatas dapatlah dipahami bahwa intelegensi itu merupakan istilah yang dipakai terhadap kegiatan yang berhubungan dengan proses mental yang lebih tinggi, seperti kemampuan mengingat, memahami pengertian-pengertian yang abstrak, menanggapi dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan secara efektif.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui kemampuan (Intelegensi) seseorang yang berhubungan belajar, apabila dihadapkan kepada tugas-tugas sekolah seperti kemampuan menyelesaikan soal-soal yang diberikan kepadanya dengan mudah, cepat  dan tepat, kemampuan berbahasa, kemampuan menyelesaikan masalah-masalah yang rumit, kemampuan mengingat dalam waktu yang lama, kemampuan memahami pengertian yang abstrak dan mampu memahami semua hal yang bersangkutan dengan belajar.
Dengan demikian, kemampuan (Intelegensi) merupakan hal yang penting dalam belajar dan harus dimiliki oleh para siswa. Tanpa memiliki Intelegensi atau kemampuan akan menemui bermacam-macam kesulitan dan menghadapi situasi baru, karena dalam belajar selalu dihadapkan pada masalah yang kompleks, bahkan kadang-kadang sangat sulit. Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang demikian memerlukan kemampuan dan kecerdasan. Faktor kemampuan merupakan penunjang yang sangat berarti untuk mencapai hasil atau prestasi belajar yang lebih baik.
3)       Bakat
Setiap individu mempunyai bakat masing-masing, faktor bakat merupakan atau termasuk salah satu faktor yang berpengaruh terhadap belajar. Berikut ini penulis akan menguraikan pengertian dari bakat, agar lebih jelas pengaruhnya dalam hal belajar.
“Bakat adalah benih dari sesuatu sifat yang baru akan nampak nyata jika ia mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang.”[11]
An aptitude is a quality which is possessed by all individuals in differing degree”.[12]
Artinya: Bakat adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap individu pada tingkat yang berbeda.
Menurut Wayan Nurkancana, bakat adalah “Suatu kualitas yang nampak pada tingkah laku manusia pada suatu lapangan keahlian tertentu”.[13]
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa bakat adalah merupakan sifat khusus yang ada pada setiap individu dan akan dapat berkembang apabila diberikan kesempatan atau kemungkinan oleh lingkungannya. Dalam hal ini lingkungan memegang peranan penting untuk mengembangkan faktor bakat ini.
Bakat merupakan istilah yang sering juga diiringkan dengan minat dan faktor bakat ini mempunyai kedudukan tersendiri dalam pendidikan. Orang yang cakap dalam perbuatan khusus, oleh karena itu orang yang intelektual belum tentu perbuatan berbakat. Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir dan didapatkan dari faktor keturunan.
Tentang pentingnya masalah bakat dan minat ini, Dr. Asma Hasan Fahmi menyebutkan: “. . . Pentingnya warisan dan keinginan yang dibawa sejak lahir untuk memupukkan si anak dalam memperoleh apa yang diajarkan gurunya”.[14]
Berdasarkan kutipan diatas dapatlah dipahami bahwa Islam juga memperhatikan dasar psikologis pada anak didik, dengan demikian akan mudah menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik dan dapat membantu proses pencapaian tujuan yang diharapkan.
4)       Minat
Minat merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi pendidikan agama. Banyak faktor yang mempengaruhi minat seseorang, sehingga minat itu berbeda-beda antara setiap individu. Minat yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap pendidikan agama, karena bila bahan pendidikan agama yang disajikan tidak sesuai dengan minatnya, anak didik tidak akan belajar dengan baik. minat dapat juga menentukan prestasi seseorang, karena dengan adanya minat dapat dilakukan tanpa adanya paksaan bagi dirinya. Menurut Agus Soejanto “ Minat adalah suatu pemersatu perhatian yang tidak  sengaja  dan  terlahir  dengan  penuh  kemauan
 serta tergantung dari bakat dan kemauannya”.[15]
 Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa minat sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan pendidikan agama.
5)       Attitude
Faktor lain yang menjadi sasaran belajar adalah unsur kejiwaan yang erat hubungannya dengan emosi, yaitu attitude (sikap). Dalam masalah sikap ini, banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Dengan demikian penulis akan mengemukakan beberapa definisi saja antara lain sebagai berikut: “An attiyude is a learned orientation, or disposition toward an object or situation which provides a tendency to respons favorably to the object or situation”.[16]
Artinya: Attitude atau sikap adalah suatu orientasi yang dipelajari atau disposisi terhadap objek atau situasi yang memberikan kecenderungan untuk memberikan respons yang disenangi atau tidak disenangi terhadap suatu objek atau situasi.
Sikap adalah “Suatu kecenderungan bereaksi  terhadap objek-objek tertentu secara positif atau negatif”.[17]
Rahman Natawijaya dalam bukunya memahami tingkah laku sosial, menerangkan: “Sikap adalah daya mental manusia untuk bertindak ke arah atau menentang suatu objek tertentu”.[18]
Dari beberapa definisi diatas tersebut diatas dapatlah kita pahami bahwa attitude mengandung pengertian reaksi batin seseorang terhadap sesuatu hal lingkungan yang ditemui pengalaman, mungkin saja ditujukan kepada dirinya, cita-citanya dan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini merupakan dalam diri seseorang. Apabila sesuatu yang dialaminya menyenangkan, maka attitude bersifat negatif. Attitude mempunyai segi-segi emosi dan motivasi seseorang untuk bertindak sesuai attitudenya.
Oleh karena itu para orang tua dan guru harus belajar melalui pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, karena perasaan senang akan mendorong seseorang untuk bertindak atau bertaubat. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan akan membentuk sikap negatif, yang membuat seseorang acuh tak acuh dan enggan untuk bertindak.
Peranan attitude dalam belajar sangat besar pengaruhnya, sebab apabila telah terbentuk sikap senang terhadap pelajaran, maka ia akan senang melakukan aktivitas-aktivitas belajar sehingga akan berhasil dalam usaha belajarnya. Begitu pula sebaliknya bila pelajaran sukar dipahami, akan menimbulkan sikap negatif terhadap gurunya, lingkungannya dan akhirnya kurang perhatian terhadap pelajarannya.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa attitude merupakan faktor yang berperan dalam belajar. Sikap yang baik akan menimbulkan semangat dan kerajinan dalam belajar dan akan mengembangkan individu dalam masyarakat, begitu pula sebaliknya.
2.       Faktor Ekstern
Yang termasuk dalam faktor ekstern ini antara lain sebagai berikut:
a.       Ekonomi
b.       Staf Pengajar
c.        Kurikulum
d.       Fasilitas Dan Perlengkapan
1)       Ekonomi
Yang dimaksud dengan faktor ekonomi dalam belajar yaitu menyangkut masalah pembiayaan untuk membeli alat-alat perlengkapan yang harus ditanggung oleh siswa itu sendiri atau orang tuanya.
Setiap siswa yang memasuki sekolah tentu tidak lepas dari masalah ekonomi (pembiayaan). Siswa tidak bisa melanjutkan sekolah karena mahalnya biaya pendidikan.
Seorang siswa dapat belajar dengan tekun  tergantung sekali pada biaya yang tersedia. Keadaan ekonomi yang lemah, keadaan keluarga yang menyedihkan, perlengkapan belajar yang serba kurang akan membuat seorang siswa merasa kecewa, sehingga mengakibatkan kemunduran dalam belajar, motivasi pun menurun dan putus asa, akhirnya usaha belajar tidak memberikan hasil apa-apa.
Keadaan sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan seseorang, apabila dipikirkan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup lingkungan materil yang dihadapi dalam keluarga, seseorang akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan, yang tidak dapat dikembangkan apabila tidak ada alat-alatnya.[19]
Dengan demikian dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa faktor ekonomi memegang peranan penting dalam belajar, keberhasilan dan kegagalan. Kecakapan tanpa kemampuan ekonomi tidak mungkin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi.
Setiap orang ingin memasuki perguruan tinggi terlebih dahulu harus memperhatikan kemampuan keuangan, jangan sampai pelajaran terhenti di tengah jalan karena kekurangan biaya. Ada sebahagian sekolah yang membutuhkan biaya yang lebih besar untuk membeli kelengkapan belajar. Kalau kemampuan keuangan terbatas, belajarlah untuk mencapai cita-cita yang membutuhkan waktu yang lebih singkat.
Kesimpulan dari Hafiqhurt mengatakan bahwa yang dapat bertahan di suatu college adalah yang memenuhi hal-hal sebagai berikut:
-          Probability (ada kemungkinan)
-          Mental Ability (Kemampuan mental)
-          Social axpectation (harapan masyarakat)
-          Finance Ability (kemampuan biaya)
-          Properiguity (perlengkapan dan persediaan)[20]

Jadi seseorang akan dapat bertahan untuk belajar di suatu perguruan tinggi jika memenuhi kelima kriteria diatas.
2)       Staf Pengajar
Dalam bidang pendidikan faktor staf pengajar merupakan hal yang penting yang menentukan. Staf pengajar yang cakap dan bertanggung jawab terletak tujuan yang akan dicapai, faktor lainnya seperti anak didik, kurikulum, tujuan, situasi/fasilitas merupakan hal yang tidak berarti, bila tidak disertai oleh staf pengajar yang berkualitas.
Di perguruan Tinggi staf pengajar merupakan hal yang menentukan, karena para staf pengajar harus dapat mencerminkan guru yang cakap dan emosi yang stabil serta menjalankan tugas dengan penuh antusias dan juga senang kepada anak didiknya.
Sebelum memberi materi pelajaran seorang guru lebih baik telah mengadakan persiapan yang matang, banyak membaca buku yang berhubungan dengan materi pelajaran, banyak membandingkan dan mengolah pendapat-pendapat para ahli lainnya agar cakrawala berpikir mahasiswa menjadi luas.
Ciri-ciri staf pengajar yang baik antara lain sebagai berikut:
a)       Penuh konsentrasi dengan persiapan yang cukup dalam bidang keahliannya.
b)       Persiapan bahan pelajaran sesuai dengan rencana silabus.
c)       Mengetahui tentang perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya, termasuk publikasi-publikasi baru berupa buku-buku dan artikel-artikel.
d)       Mengetahui tentang perkembangan masyarakat.
e)       Mengadakan penelitian khusus dalam bidangnya.
f)         Menyadari akan bertanggung jawab sebagai anggota perguruan tinggi yang turut menyalakan api mercusuar Universitas/Institut untuk menerangi masyarakat.
g)       Menyadari bertanggung jawab sebagai tenaga yang akan mengantarkan mahasiswa setelah menjadi sarjana ke tengah masyarakat sebagai calon pemimpin.[21]

Karena perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat dan semakin spesialisasi, maka para pengajar perlu lebih banyak dan mempunyai kualitas. Dengan demikian mahasiswa yang lulus di perguruan tinggi dapat terjamin mutunya.
3)       Kurikulum
Faktor lain yang sangat berperan dalam pendidikan adalah faktor kurikulum yang merupakan jalan bagi pengajar dan anak didik dalam mencapai tujuan. Diantara alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah kurikulum. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, perlu di kemukakan beberapa pengertian tentang kurikulum antara lain : “Curriculum is all those experiences of the child which the school in ani way  utilizes or attempts to influence”.[22]
Artinya : “Kurikulum adalah segala pengalaman anak yang berbagai cara dimanfaatkan oleh sekolah atau diusahakan untuk dipengaruhinya”.
Pendapat yang lebih modern mendefinisikan “kurikulum sebagai keseluruhan usaha sekolah untuk merangsang anak belajar, baik di dalam kelas maupun di dalam halaman sekolah ataupun di luar sekolah.”[23]
Jadi dengan demikian kurikulum dimaksudkan adalah:
Segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan diperoleh di sekolah, tidak hanya terbatas pada fakta-fakta, pengetahuan, kebiasaan, sikap dan cita-cita, akan tetapi pribadi guru, kepala sekolah, penilik sekolah dan seluruh pegawai sekolah juga merupakan bagian dari kurikulum.[24]

Kurikulum ini berisi kecakapan-kecakapan, pengetahuan, nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat serta dipelihara oleh masyarakat kemudian dirumuskan menjadi mata pelajaran yang disesuaikan dengan fase pendidikan, pertumbuhan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Kurikulum akan hidup bila dijalankan oleh para pengajar yang berkualitas dan mempunyai pribadi yang baik.
Kurikulum yang baik tidaklah ditinjau dari segi banyaknya materi yang disajikan dan bukan pula mengikuti kemauan para pendidik, tetapi yang baik adalah kurikulum yang serasi dan harmonis serta dapat memenuhi syarat-syarat atau pertimbangan-pertimbangan filosofis, psikologis, sosiologis dan organisatoris.
Pada umumnya untuk membina kurikulum kita dapat berpegang pada asas-asas sebagai berikut :
a)       Dasar Filosofis: filsafat dan tujuan pendidikan.
b)       Dasar psikologis:
(1). Ilmu Jiwa Belajar
(2). Ilmu Jiwa anak.    
c)       Dasar Sosiologi: Masyarakat
d)       Dasar organisatoris: bentuk dan organisasi kurikulum.[25]
Jadi, dalam menyusun atau membina suatu kurikulum hendaknya para pendidik dapat mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, karena kurikulum merupakan bahan pelajaran yang akan diterima oleh para pelajar dan mahasiswa, dengan demikian penyajian bahan sangat tergantung kepada para pengajar. Setiap pengajar sebaiknya telah merumuskan kurikulum menjadi bahan harian, mingguan, bulanan dan juga tahunan.
Seorang guru harus sudah mengetahui luas (Scope) dan urutan bahan yang akan disajikan, dengan memperhitungkan situasi para pelajar serta tujuan yang ingin dicapai, tetapi tidak cukup hanya mengetahui melainkan harus menguasai bahan tersebut secara integral dan fungsional. Hanya dengan demikian dia dapat menyaring antara bahan yang utama dengan yang preparis, antara prinsip dan fenomena-fenomena, antara teori dan praktek, serta memberi contoh-contoh, perbandingan dan lain-lain yang dapat menghidupkan pelajaran itu.[26]

Dari kutipan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kurikulum dan materi yang disajikan mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap proses belajar, sekaligus akan dapat mengantarkan anak didik kepada tujuan yang ingin dicapai.
4)       Fasilitas Dan Perlengkapan
Fasilitas dan perlengkapan dimaksudkan adalah segala alat-alat keperluan yang digunakan atau diperlukan oleh para siswa dan staf pengajar, seperti: buku, alat tulis menulis, sarana-sarana, ruang belajar, ruang perpustakaan, brosur-brosur dan alat perlengkapan lainnya.
Diantara alat-alat perlengkapan yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan belajar seseorang siswa adalah adanya perpustakaan, di samping alat-alat perlengkapan lainnya.
Dalam hal ini perpustakaan sangat penting dan hendaknya harus dimiliki oleh setiap sekolah, baik sekolah rendah maupun sekolah lanjutan.”[27]
Disamping itu sistem ujian, penyelesaian soal-soal, sistem penilaian merupakan hal yang sangat berpengaruh juga dalam kegiatan belajar. Fasilitas dan perlengkapan yang memadai merupakan hal yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk ini para pengajar hendaknya dapat mengetahui sumber-sumber fasilitas dan alat-alat perlengkapan yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan studi siswa dan tercapainya tujuan belajar.
Untuk menjamin tercapainya tujuan belajar dengan baik, guru bukan saja perlu mengetahui sumber-sumber fasilitas yang ada dan dapat membuat alat-alat khusus apabila diperlukan, tetapi harus juga dapat mempergunakan alat-alat dengan tepat sesuai dengan situasi interaksi. Sebaliknya sebelum tiba saatnya untuk dipakai oleh guru-guru hendaknya memeriksa lebih dahulu alat-alat dan perlengkapan untuk mengajar.[28]

Dari kutipan diatas jelaslah bahwa proses belajar mengajar untuk tercapainya hasil dengan baik, siswa dan guru perlu sekali memperhatikan alat-alat yang dibutuhkan dalam belajar mengajar berlangsung.



[1] S. Nasution,  Didaktik Azas-Azas (Bandung, t.t.), hal. 58.

[2] Ramli Maha, Azas-Azas Metodik Umum (Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, 1980), hal. 5.
[3] M. Rifai,  Ictisar Ilmu Jiwa, Cet. III (Bandung: Terate, 1993), hal. 36.

[4] James Deese, Psychology of Learning Cet. III (New York: Graw Hill Book Company, 1952), hal. 6.

[5] Ramli Maha, Azas..., hal. 15.

[6] Ibid., hal. 17.
[7] Delos D. Wickens, Psychology, Holt Renehard and Winston (ed), the Ohio Sate University, red. Ed., 1961, hal. 421.

[8] Albert A. Branca, Psychology, Allyn & Bacon Inc, 1965, hal. 476.
[9] Lihat Crow-crow, Educational Psychology, New Delhi, Ltd, Rev. Ed., 1969, hal. 115.

[10] Ibid., hal. 114.
[11] Crow-Crow, General Psychology, Little Field, Adams & Co., 1961, hal. 129.

[12] Segarda Poerbakawaca, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hal. 31.

[13] Wayan Nurkancana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hal. 190.

[14] Asma Hasan Fahmi,  Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam Terjemahan Ibrahim Husen (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 131.

[15] Agus Soejanto. Bimbingan Ke Arah Belajar yang sukses, (Jakarta: Aksara Baru, 1981), hal 42.
[16] Clifford T. Organ Richard A. King, Intructions To Psychology,  (Tokyo: Mo Graw Hill kogakushe, t.t), hal. 509.

[17] Ibid…, hal. 526.

[18] Rahman Natawijaya, Memahami Tingkah Laku Sosial, Cet. I (Jakarta: Fa Hasmar, 1978), hal. 40.
[19] W.A. Gerungan, Psychology Social (Bandung-Jakarta: Eresco, 1980), hal. 82.
[20] James W. Thornton, Jr., Community Yunior College (New York: Jauh Wiley & Sons Inc), 1960, hal. 82.
[21] Deliar Net, Beberapa Masalah Kuliah  (Medan: Penerbit Dwipa, 1964), hal. 23-24.
  
[22] J. Murri Lee,  The Child And Curriculum (New York: Apleto Inc 1970), hal. 142.

[23] S. Nasution, Azas-Azas Kurikulum (Bandung: tarate, t.t.), hal., 66.

[24] Ibid...,hal. 67.

[25] Ibid., hal, 10.

[26] Winarno Surahmad, Interaksi Mengajar Dan Belajar (Bandung: Tarsito, 1973), hal. 140.

[27] Ibid..., hal. 23.

[28] Ibid..., hal. 140-141.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar