Jumat, 28 Januari 2011

MEMAHAMI KAWASAN DUNIA ISLAM

Dalam Sejarah pidato pelantikan kepresidenan Amerika Serikat, untuk pertama kalinya seorang presiden AS terpilih menyatakan secara spesifik istilah ”Dunia Islam”. Pernyataan tersebut keluar dari lisan Barrack Hussein Obama, seorang presiden terpilih AS ke-44 dalam pelantikannya di Washington DC beberapa waktu lalu.


Peristiwa tersebut sontak mendapat perhatian luar biasa dari para pengamat politik di seantero dunia. Beragam analisis dan pembahasan tentang pernyataan tersebut disampaikan oleh para pengamat politik di luar negeri, termasuk di tanah air. Bisa dimaklumi, sebab pernyataan tersebut lahir dari seorang pemimpin negara Adidaya dunia di dua dekade terakhir ini.

Di Indonesia sendiri, banyak pengamat politik meragukan keseriusan AS dalam menjalin hubungan kerjasama dengan negara-negara dunia Islam. Namun, kunjungan Hillary Clinton ke Indonesia pada pertengahan februari 2009 yang lalu seakan menampik keraguan-keraguan para pengamat politik atas keseriusan Obama tersebut. Indonesia, sebagai negara demokratis Islam terbesar di dunia, bisa dikatakan representasi ”Dunia Islam” yang (mungkin) dimaksud oleh Obama pada pidato pelantikannya.

Dalam konteks ini, terbitnya buku yang ditulis Ajid Thohir yang berjudul Studi Kawasan Dunia Islam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geopolitik, menjadi sangat aktual dan relevan. Waktu penerbitannya pun tepat bersamaan dengan agenda harmonisasi hubungan AS (Barat) dan dunia Islam yang diinternasionalisasi (internationalization issue) oleh Obama, sehingga dapat memberi analisis dan deskripsi mengenai apa yang disebut dengan”Dunia Islam” itu.

Buku ini dapat dengan mudah dinikmati pembaca umum yang kurang memiliki pengetahuan teoritis akademis dalam studi Islam/peradaban Islam. Kalangan umum dapat dengan mudah mengerti maksud dan tujuan analisis dengan membaca bab-bab pembahasan kawasan dunia Islam yang dibagi penulis ke dalam 5 tipologi kawasan, yaitu kawasan Timur Tengah (Arab Saudi, Syria, Libanon, Yordania, Yaman, dan Irak), kawasan Irano-Persia (Iran, Afghanistan, dan Pakistan), kawasan Turki (Turki Modern, negara-negara Balkan, dan etnik Turki di Asia Tengah dan Timur), kawasan Afrika Hitam (Afrika Timur, Afrika Barat, Afrika Selatan, Afrika Utara, Aljazair, Maroko, Sudan, dan Lybia), dan kawasan Melayu (Malaysia, Brunei, Muangthai, Filipina, Kamboja, Singapura, dan Indonesia).

Sementara untuk kalangan akademis di perguruan tinggi, analisis dan pembahasan kawasan dunia Islam dalam buku ini akan menjadi tambahan referensi dan sekaligus diskursus menarik jika ingin mendalami dan memperkaya metodologi dalam studi (peradaban) Islam.

Memahami Islam, Islamicate dan Islamdom

Sebelum menjelaskan kawasan ”Dunia Islam,” dalam buku ini penulis menjelaskan terlebih dahulu mengenai definisi kata ”Islam” itu sendiri. Kata ”Islam” oleh sebagian orang selalu dikonotasikan sebagai sebuah wujud yang utuh antara doktrin dan praktik yang dilakukan oleh para pemeluknya. Padahal dalam kajian yang lain, terutama dalam tinjauan sejarah, hubungan doktrin dan pelbagai praktik peradabannya, terutama di masing-masing wilayah, masih mengandung ”jarak” yang sangat memungkinkan untuk bisa dibedakan dan dibicarakan secara objektif.

Menurutnya, Islam memiliki karakteristik global, dapat diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi yang lain, saat ia memasuki pelbagai kawasan wilayah, karakteristik globalnya seolah-olah hilang melebur ke dalam pelbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Dengan demikian, Islam seringkali dipandang sebagai agama yang memiliki kesatuan dalam keragamannya (unity in variety); kesatuan dan universalitas Islam dalam aspek-aspek teologi dan spiritualnya, sementara lokalitas keragamannya berada dalam pola-pola penerapan dengan variasi kultural masing-masing.

Marshall G.S. Hudgson sebagaimana dikutip oleh Thohir (hal 24) menganjurkan kepada setiap pengkaji Islam, terutama dalam melihat realitas Islam di dunia, harus bisa membedakannya dalam tiga bentuk fenomena Islam sebagai sasaran studi. Pertama, fenomena Islam sebagai doktrin (Islamic), kedua, fenomena ketika doktrin itu masuk dan berproses dalam sebuah masyarakat-kultural (Islamicate) dan mewujudkan diri dalam konteks sosial dan kesejarahan tertentu, dan ketiga, ketika Islam menjadi sebuah fenomena ”dunia Islam” yang politis dalam lembaga-lembaga kenegaraan (Islamdom) yang bertolak dari konsep ”dar al-islam”, sebagaimana pula yang terjadi di dunia Kristen, Christiandom; di mana ketentuan-ketentuan hukum berlaku sebagaimana Al Quran atau Injil.

Sekalipun dikatakan demikian, kedua fenomena terakhir (islamicate dan islamdom) tidak bisa memberikan jaminan secara pasti bahwa seluruh prilaku umatnya berjalan persis sesuai dengan teks doktrin. Dengan kata lain, islamicate dan islamdom merupakan fenomena Islam yang telah terlontar dalam kancah sejarah dalam konteks struktural tertentu pada pelbagai ruang dan waktu yang berbeda dan mengikatnya. Dengan demikian kajian kawasan dunia Islam yang dimaksud dalam buku ini berada dalam wilayah riset islamicate dan islamdom.

Namun buku ini terdapat beberapa hal yang ”sedikit mengganggu.” Sub-bab E pada bab 1 mengenai Pluralisme sebagai paradigma studi sebagai contoh. Poin ini menunjukan betapa penulis ingin mendapatkan legitimasi teoritis kajian kawasan dunia Islam ini melalui sitiran ayat-ayat Al-Quran (doktrin) (hal 19-23). Saya pikir ini tidak dibutuhkan dalam studi positivis yang tidak melihat ”benar” dan ”salah” seperti dalam penelitian buku ini. Terlebih penulis sendiri menyatakan bahwa hubungan antara doktrin dan praktik peradaban dalam Islam masih mengandung perbedaan dan memungkinkan untuk objektifikasi (hal 7). Dalam studi positivis, seperti yang dilakukan penulis ini, lebih dibutuhkan data-data atau fakta-fakta empiris ketimbang ayat-ayat suci (hal 25).

Selain itu, penulispun absen membahas dua negara penting di dunia Islam saat ini, yaitu Palestina dan India. Padahal penulis menyatakan bahwa negara-negara di wilayah Timur Tengah membentuk kesatuan khusus wilayah Timur Tengah melalui League of Arab States, yang di antaranya bertujuan untuk memboikot Israel sebagai musuh Palestina dan dunia Islam (hal 115). Malahan, peta-peta yang ada di buku ini dengan jelas mencantumkan keberadaan negara Israel minus negara Palestina (hal 116, 121, 132, dan 143). Demikian pula dengan tidak dibahasnya India. Negara ini merupakan representasi negara Islam modern yang sangat dikenal Barat. Negara ini dikenal Barat sebagai negara pengekspor ahli-ahli teknologi.

Judul: Studi Kawasan Dunia Islam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geopolitik.
Penulis: Ajid Thohir
Pengantar: Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
Penerbit: PT Rajagrafindo Persada
Cetakan: Pertama, 2009
Tebal: xviii + 426 halaman
Peresensi : Yandi Hermawandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar