PEMBAHASAN
A. Perbandingan Antara KBK dan KTSP
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf uji coba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga munculah statement yang “menghibur” tersebut.
Model kurikulum berbasis kompetensi harus dibedakan secara tegas dengan “model” KTSP tanpa melihat sifat dasar dari keduanya. Bahkan pernah muncul dalam awal-awal sosialisasi KTSP analisis kelemahan model KBK dan keunggulan model KTSP. Selanjutnya, pada tataran pelaksana kebijakan anggapan yang muncul adalah kurikulum baru sudah datang dan kurikulum saat itu harus dibuang karena berbasis kompetensi. Mereka kemudian menunggu kurikulum “model” KTSP tersebut (mismanagement), dan sambil menunggu, mereka kembali kepada kebiasaan kerja yang nyaman bagi mereka (arbitrary). Karena yang ditunggu tidak kunjung datang, mereka pun menjadi ragu tentang apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang-orang yang memiliki posisi pelaksana. Inilah contoh kecil dampak buruk dari pengabaian para pemegang kebijakan terhadap penggunaan istilah-istilah yang ada dalam kebijakan yang mereka keluarkan.
Berkenaan dengan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan istilah di atas, satu pertanyaan muncul. Apa benar model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat dibandingkan dengan KTSP? Jika melihat sifat dasar/hakikat model KBK dan “model” KTSP, perbandingan seperti ini sama halnya dengan membandingkan batang pohon dengan pohon lengkap yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah; atau membandingkan kerangka manusia dengan manusia hidup yang utuh. Jadi, antara model KBK dan “model” KTSP itu tidak bisa dibandingkan karena memang tidak sebanding.
Model KBK adalah salah satu model kurikulum dari sekian model yang ada (subjek akademik, rekonstruksi sosial, humanistik, dll. Sementara KTSP bukan model kurikulum melainkan hal yang lebih luas lagi. Dalam KTSP dapat digunakan model-model kurikulum, seperti, KBK, subjek akademik, humanistik, rekonstruksi sosial, dan lain sebagainya. Namun, dalam tataran praktis karena tuntutan pencapaian standar kompetensi, yakni, siswa harus menguasai sejumlah kompetensi manakala mereka menamatkan pendidikan dalam satuan pendidikan, penggunaan model kurikulum yang mendasarkan pada pencapaian kompetensi (KBK) tidak dapat dielakkan.
KTSP juga merupakan model manajemen pengembangan kurikulum yang arahannya memberdayakan berbagai unsur manajemen (manusia, uang, metode, peralatan, bahan, dan lain-lain) untuk tercapainya tujuan-tujuan pengembangan kurikulum. Jika konsisten dengan namanya, KTSP bersifat desentralistik. Namun demikian, manakala kita melihat kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi, dan pengendalian serta evaluasi kurikulum yang masih tampak dominasi pemerintah pusat, maka pengelolaan KTSP tampaknya berada di antara sentralistik dan desentralistik, yakni dekonsentratif. Jadi, yang dimaksud dengan KTSP adalah suatu model pengembangan kurikulum berbasis sekolah dan model manajemen pengembangan kurikulum berbasis sekolah. KTSP sama sekali bukan model kurikulum, namun demikian model pengembangan kurikulum ini dapat menggunakan model-model kurikulum yang ada.
Berikut ini kami rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 dalam bentuk tabel :
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK KURIKULUM 2004 KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum • Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
• UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
• UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
• PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan • UU No. 20/2003 – Sisdiknas
• PP No. 19/2005 – SPN
• Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
• Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum • Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
• Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
• Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. • Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1) • Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan • Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2) • Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) • Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan • Berbasis Kompetensi
• Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian • Berbasis Kompetensi
• Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur • Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD) • Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
• Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• KN dan IPS di SD dipisah lagi
• Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI = 26-32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/SMK = 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD = 35 menit
• SMP = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI 1-3 = 27/minggu
• SD/MI 4-6 = 32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/MA= 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD/MI = 35 menit
• SMP/MTs = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut • Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
• Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran • Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
• Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
• Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum 1. Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
2. Penguatan Integritas Nasional
3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
5. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
6. Pengembangan Kecakapan Hidup
7. Belajar Sepanjang Hayat
8. Berpusat pada Anak
9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinam-bungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
B. Beberapa Permasalah Dalam Peralihan Dari KBK Ke KTSP
Seperti diuraikan di atas, bahwa ada beberapa perbedaan antara KTSP dengan KBK, diantaranya adalah dalam hal struktur kurikulum, baik di tingkat SD/MI, SMP/MTs, atau di tingkat SMA/MA. Yang perubahan strukturnya dirasakan banyak adalah di tingkat SMA/MA. Sementara sosialisasi dan panduan KTSP belum merata. Apalagi untuk Standar Isi (SK dan KD) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Madrasah Aliyah sulit didapat, entah apakah memang DEPAG RI belum mengeluarkan standar isi tersebut atau sosialisasinya yang belum merata.
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah :
1. Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
4. Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment)
5. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
Walau dalam beberapa aspek di atas antara KBK dan KTSP sama, namun dalam beberapa aspek lain ada perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada :
1. Prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
Ada perbedaan prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengembangan dan pelaksanaan KBK dan KTSP.
2. Struktur kurikulum
Ada beberapa perbedaan antara srtuktur kurikulum KBK dengan KTSP, Sebagai contoh dalam kurikulum 2004, mata pelajaran pengetahuan sosial dan Kewarganegaraan digabung, namun dalam kurikulum 2006 dipisah lagi. Kemudian dalam kurikulum 2004 MA, pelajaran Pendidikan Agama Islam semuanya diajarkan mulai dari kelas X sampai XII, tetapi dalam kurikulum 2006 pelajaran SKI hanya diajarkan di kelas XII saja, dan pelajaran Aqidah Akhlak hanya diajarkan di kelas X dan XI.
3. SK dan KD
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Dalam kurikulum 2006 ada pemindahan KD juga ada penambahan baik SK maupun KD, hal ini dilakukan sebagai penetaan kembali dari SK dan KD dalam Kurikulum 2004. Dalam KBK tidak hanya SK dan KD saja yang ditentukan oleh pusat, tetapi juga Materi Pokok dan Indikator Pencapaian. Berbeda dengan KTSP, pemerintah pusat hanya menentukan SK dan KD saja, sedangkan komponen lain ditentukan oleh guru dan sekolah.
Dari beberapa definisi tentang Kurikulum, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai:
a. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI
b. Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurukulum PAI yang lebih baik
c. Kegiatan penyusunan atau desain, pelaksanaan, penilaian, penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami pereubahan-perubahan paradigma walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang .
Pada dasarnya kurikulum pendidikan agama Islam merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam yang sekaligus juga arah pendidikan agama dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan agama islam akan membawa dan menghatarakan serta membina anak didik menjadi warga negara yang baik sekaligus umat yang taat beragama.
Pengertian kurikullum selama ini masih mengacu pada konsep kurikullum barat. Para pakar Pendidikan Islam belum ada yang menulis kurikullum dengan rinci dan sistematis. Dengan munculnya berbagai perubahan yang sangat cepat pada hampir semua aspek dan perkembangan paradigma baru dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, di awal milenium ketiga ini telah dikembangkan kurikullum PAI secara nasional, yaitu kurikullum yang ditandai dengan ciri-ciri, antara lain:
a. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
b. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
c. Memberi kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan dilapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan progam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan PAI ditekankan pada terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu ditetapkan kompetensi atau kemampuan dasar yang perlu dicapai oleh setiap peserta didik pada setiap jenjang pendidikan, yaitu:
a. Pada tingkat SD diharapkan peserta didik:
1. Memiliki Iman yang benar.
2. Mampu beribadah dengan baik, benar, dan tertib.
3. Mampu membaca Al- Qur’an.
4. Membiasakan berakhlak mulia.
b. Pada tingkat SLTP diharapkan peserta didik :
1. Memilki iman yang benar.
2. Mampu beribadah, berzikir, dan berdoa
3. Mampu membaca Al-Qur’an dengan benar.
4. Terbiasa berakhlak baik.
Untuk mencapai kemampuan dasar tersebut ditetapkan 8 indikasi keberhasilan PAI di sekolah-sekolah umum swasta Islam, salah satunya sebagai berikut:
1. Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agama Islam.
2. Siswa berakhlak mulia.
3. Siswa mampu mensyukuri nikmat Allah SWT.
4. Siswa mampu mencipyakan suasana hidup rukun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Siswa gairah ibadah.
6. Dan lain-lain.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kurikulum menjadi sebuah aspek utama yang tak termentahkan dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan. KBK merupakan model kurikulum sedangkan KTSP merupakan pengembangan dan pengelolaan kulrikulum yang dikembangkan di Indonesia.
Banyak kalangan termasuk kalangan pendidikan mengira bahwa keduanya tidak jauh berbeda padahal antara keduanya tidak bias dibandingkan. Jika KBK merupakan model kurikulum yang hanya mengatur mata palajaran sedangkan KTSP merupakan satuan kompleks dalam menunjang suatu pendidikan.
Sebab, terdapat sejumlah kalangan yang selama ini cenderung mempertanyakan kembali mengenai signifikansi, efektifitas, dan manfaat PAI bagi masyarakat pada umumnya dan diri peserta didik secara khusus. Anggapan yang demikian tentu saja bukanlah suatu hal yang berlebihan. Selama ini, masyarakat terlanjur memberikan justifikasi terhadap keberadaan PAI sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang belum memiliki dampak signifikan terhadap masa depan peserta didik. Munculnya kenakalan remaja, seperti tawuran, kecanduan narkoba, seks bebas, dan sejumlah persoalan lainnya merupakan beberapa indikator yang dijadikan dasar masyarakat dalam menilai kegagalan PAI di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ø H. Hafni Ladjid, pengembangan kurikullum ( menuju kurikullum berbasis kompetensi), Ciputat: PT Ciputat Press Group, 2005.hlm. 26-27.
Prof, Dr, H, Muhaimin, M.A. Pengembangan Kurikullum PAI, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007.hlm. 10-11.Ø
Ø Abdul Majid ,dkk, PAI berbasis kompetensi, Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2005.hlm. 84.
A. Perbandingan Antara KBK dan KTSP
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf uji coba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga munculah statement yang “menghibur” tersebut.
Model kurikulum berbasis kompetensi harus dibedakan secara tegas dengan “model” KTSP tanpa melihat sifat dasar dari keduanya. Bahkan pernah muncul dalam awal-awal sosialisasi KTSP analisis kelemahan model KBK dan keunggulan model KTSP. Selanjutnya, pada tataran pelaksana kebijakan anggapan yang muncul adalah kurikulum baru sudah datang dan kurikulum saat itu harus dibuang karena berbasis kompetensi. Mereka kemudian menunggu kurikulum “model” KTSP tersebut (mismanagement), dan sambil menunggu, mereka kembali kepada kebiasaan kerja yang nyaman bagi mereka (arbitrary). Karena yang ditunggu tidak kunjung datang, mereka pun menjadi ragu tentang apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang-orang yang memiliki posisi pelaksana. Inilah contoh kecil dampak buruk dari pengabaian para pemegang kebijakan terhadap penggunaan istilah-istilah yang ada dalam kebijakan yang mereka keluarkan.
Berkenaan dengan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan istilah di atas, satu pertanyaan muncul. Apa benar model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat dibandingkan dengan KTSP? Jika melihat sifat dasar/hakikat model KBK dan “model” KTSP, perbandingan seperti ini sama halnya dengan membandingkan batang pohon dengan pohon lengkap yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah; atau membandingkan kerangka manusia dengan manusia hidup yang utuh. Jadi, antara model KBK dan “model” KTSP itu tidak bisa dibandingkan karena memang tidak sebanding.
Model KBK adalah salah satu model kurikulum dari sekian model yang ada (subjek akademik, rekonstruksi sosial, humanistik, dll. Sementara KTSP bukan model kurikulum melainkan hal yang lebih luas lagi. Dalam KTSP dapat digunakan model-model kurikulum, seperti, KBK, subjek akademik, humanistik, rekonstruksi sosial, dan lain sebagainya. Namun, dalam tataran praktis karena tuntutan pencapaian standar kompetensi, yakni, siswa harus menguasai sejumlah kompetensi manakala mereka menamatkan pendidikan dalam satuan pendidikan, penggunaan model kurikulum yang mendasarkan pada pencapaian kompetensi (KBK) tidak dapat dielakkan.
KTSP juga merupakan model manajemen pengembangan kurikulum yang arahannya memberdayakan berbagai unsur manajemen (manusia, uang, metode, peralatan, bahan, dan lain-lain) untuk tercapainya tujuan-tujuan pengembangan kurikulum. Jika konsisten dengan namanya, KTSP bersifat desentralistik. Namun demikian, manakala kita melihat kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi, dan pengendalian serta evaluasi kurikulum yang masih tampak dominasi pemerintah pusat, maka pengelolaan KTSP tampaknya berada di antara sentralistik dan desentralistik, yakni dekonsentratif. Jadi, yang dimaksud dengan KTSP adalah suatu model pengembangan kurikulum berbasis sekolah dan model manajemen pengembangan kurikulum berbasis sekolah. KTSP sama sekali bukan model kurikulum, namun demikian model pengembangan kurikulum ini dapat menggunakan model-model kurikulum yang ada.
Berikut ini kami rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 dalam bentuk tabel :
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK KURIKULUM 2004 KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum • Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
• UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
• UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
• PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan • UU No. 20/2003 – Sisdiknas
• PP No. 19/2005 – SPN
• Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
• Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum • Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
• Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
• Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. • Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1) • Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan • Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2) • Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) • Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan • Berbasis Kompetensi
• Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian • Berbasis Kompetensi
• Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur • Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD) • Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
• Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• KN dan IPS di SD dipisah lagi
• Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI = 26-32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/SMK = 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD = 35 menit
• SMP = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI 1-3 = 27/minggu
• SD/MI 4-6 = 32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/MA= 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD/MI = 35 menit
• SMP/MTs = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut • Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
• Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran • Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
• Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
• Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum 1. Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
2. Penguatan Integritas Nasional
3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
5. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
6. Pengembangan Kecakapan Hidup
7. Belajar Sepanjang Hayat
8. Berpusat pada Anak
9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinam-bungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
B. Beberapa Permasalah Dalam Peralihan Dari KBK Ke KTSP
Seperti diuraikan di atas, bahwa ada beberapa perbedaan antara KTSP dengan KBK, diantaranya adalah dalam hal struktur kurikulum, baik di tingkat SD/MI, SMP/MTs, atau di tingkat SMA/MA. Yang perubahan strukturnya dirasakan banyak adalah di tingkat SMA/MA. Sementara sosialisasi dan panduan KTSP belum merata. Apalagi untuk Standar Isi (SK dan KD) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Madrasah Aliyah sulit didapat, entah apakah memang DEPAG RI belum mengeluarkan standar isi tersebut atau sosialisasinya yang belum merata.
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah :
1. Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
4. Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment)
5. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
Walau dalam beberapa aspek di atas antara KBK dan KTSP sama, namun dalam beberapa aspek lain ada perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada :
1. Prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
Ada perbedaan prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengembangan dan pelaksanaan KBK dan KTSP.
2. Struktur kurikulum
Ada beberapa perbedaan antara srtuktur kurikulum KBK dengan KTSP, Sebagai contoh dalam kurikulum 2004, mata pelajaran pengetahuan sosial dan Kewarganegaraan digabung, namun dalam kurikulum 2006 dipisah lagi. Kemudian dalam kurikulum 2004 MA, pelajaran Pendidikan Agama Islam semuanya diajarkan mulai dari kelas X sampai XII, tetapi dalam kurikulum 2006 pelajaran SKI hanya diajarkan di kelas XII saja, dan pelajaran Aqidah Akhlak hanya diajarkan di kelas X dan XI.
3. SK dan KD
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Dalam kurikulum 2006 ada pemindahan KD juga ada penambahan baik SK maupun KD, hal ini dilakukan sebagai penetaan kembali dari SK dan KD dalam Kurikulum 2004. Dalam KBK tidak hanya SK dan KD saja yang ditentukan oleh pusat, tetapi juga Materi Pokok dan Indikator Pencapaian. Berbeda dengan KTSP, pemerintah pusat hanya menentukan SK dan KD saja, sedangkan komponen lain ditentukan oleh guru dan sekolah.
Dari beberapa definisi tentang Kurikulum, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai:
a. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI
b. Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurukulum PAI yang lebih baik
c. Kegiatan penyusunan atau desain, pelaksanaan, penilaian, penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami pereubahan-perubahan paradigma walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang .
Pada dasarnya kurikulum pendidikan agama Islam merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam yang sekaligus juga arah pendidikan agama dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan agama islam akan membawa dan menghatarakan serta membina anak didik menjadi warga negara yang baik sekaligus umat yang taat beragama.
Pengertian kurikullum selama ini masih mengacu pada konsep kurikullum barat. Para pakar Pendidikan Islam belum ada yang menulis kurikullum dengan rinci dan sistematis. Dengan munculnya berbagai perubahan yang sangat cepat pada hampir semua aspek dan perkembangan paradigma baru dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, di awal milenium ketiga ini telah dikembangkan kurikullum PAI secara nasional, yaitu kurikullum yang ditandai dengan ciri-ciri, antara lain:
a. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
b. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
c. Memberi kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan dilapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan progam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan PAI ditekankan pada terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu ditetapkan kompetensi atau kemampuan dasar yang perlu dicapai oleh setiap peserta didik pada setiap jenjang pendidikan, yaitu:
a. Pada tingkat SD diharapkan peserta didik:
1. Memiliki Iman yang benar.
2. Mampu beribadah dengan baik, benar, dan tertib.
3. Mampu membaca Al- Qur’an.
4. Membiasakan berakhlak mulia.
b. Pada tingkat SLTP diharapkan peserta didik :
1. Memilki iman yang benar.
2. Mampu beribadah, berzikir, dan berdoa
3. Mampu membaca Al-Qur’an dengan benar.
4. Terbiasa berakhlak baik.
Untuk mencapai kemampuan dasar tersebut ditetapkan 8 indikasi keberhasilan PAI di sekolah-sekolah umum swasta Islam, salah satunya sebagai berikut:
1. Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agama Islam.
2. Siswa berakhlak mulia.
3. Siswa mampu mensyukuri nikmat Allah SWT.
4. Siswa mampu mencipyakan suasana hidup rukun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Siswa gairah ibadah.
6. Dan lain-lain.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kurikulum menjadi sebuah aspek utama yang tak termentahkan dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan. KBK merupakan model kurikulum sedangkan KTSP merupakan pengembangan dan pengelolaan kulrikulum yang dikembangkan di Indonesia.
Banyak kalangan termasuk kalangan pendidikan mengira bahwa keduanya tidak jauh berbeda padahal antara keduanya tidak bias dibandingkan. Jika KBK merupakan model kurikulum yang hanya mengatur mata palajaran sedangkan KTSP merupakan satuan kompleks dalam menunjang suatu pendidikan.
Sebab, terdapat sejumlah kalangan yang selama ini cenderung mempertanyakan kembali mengenai signifikansi, efektifitas, dan manfaat PAI bagi masyarakat pada umumnya dan diri peserta didik secara khusus. Anggapan yang demikian tentu saja bukanlah suatu hal yang berlebihan. Selama ini, masyarakat terlanjur memberikan justifikasi terhadap keberadaan PAI sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang belum memiliki dampak signifikan terhadap masa depan peserta didik. Munculnya kenakalan remaja, seperti tawuran, kecanduan narkoba, seks bebas, dan sejumlah persoalan lainnya merupakan beberapa indikator yang dijadikan dasar masyarakat dalam menilai kegagalan PAI di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ø H. Hafni Ladjid, pengembangan kurikullum ( menuju kurikullum berbasis kompetensi), Ciputat: PT Ciputat Press Group, 2005.hlm. 26-27.
Prof, Dr, H, Muhaimin, M.A. Pengembangan Kurikullum PAI, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007.hlm. 10-11.Ø
Ø Abdul Majid ,dkk, PAI berbasis kompetensi, Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2005.hlm. 84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar