1. Pengertian Profesional
Kata profesional berasal dari profesi yang artinya menurut Syafruddin Nurdin, diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai prangkat dasar untuk di implementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.[1] Sedang persyaratannya menurut Uzer Usman adalah:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7. Memiliki klien/objek layanan ysng tetap, seperti guru dengan muridnya.
8. Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.[2]
Dari pengertian di atas, bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut, profesi juga memerlukan keterampilan melalui ilmu pengetahuan yang mendalam, ada jenjang pendidikan khusus yang mesti dilalui sebagai sebuah persyaratan.
Dari keterangan di atas kemudian diajukan pertanyaan “lalu apakah professional itu?” Untuk memberikan kesimpulan dari pengertian profesional sedikitnya menurut Harefa ada tiga belas indikator sehingga seseorang dikatakan sebagai profesional yaitu:
1. bangga pada pekerjaan, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas,
2. berusaha meraih tanggunjawab;
3. mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif;
4. mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas;
5. melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka;
6. selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang yang mereka layani;
7. ingin belajar sebanyak mungkin;
8. benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani;
9. belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada di tempat;
10. mereka adalah pemain tim;
11. bisa dipercaya memegang rahasia;
12. jujur bisa dipercaya dan setia
13. terbuka terhadap kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.[3]
Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa professional itu adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya tentang objek pekerjaannya tersebut.
Jika disandangkan kata professional kepada guru, maka menurut Danim, “guru profesional adalah guru yang memiliki kompotensi tertentu sesuai dengan persaratan yang dituntut oleh profesi keguruan”[4]
Kalau begitu guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan dalam interaksi belajar mengajar, serta senantiasa mengembangkannya kemampuannya secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang dimilikinya maupun pengalamannya. Dengan cara demikian menurut Uzer Usman
“Dia akan memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam intraksi belajar mengajar sehingga dengan kemampuannya baiki dalam hal metode mengajar, gaya mengajar ataupun penyampaian materi pelajaraan bisa menyukseskan intraksi belajar mengajar atau pun proses belajar mengajar”.[5]
Dalam rangka mendukung terwujudnya suasana proses belajar mengajar yang berkualitas di Sekolah dasar diperlukan adanya guru yang professional. Karakteristik guru yang professional sedikitnya ada lima karakteristik dan kemampuan professional guru yang harus dikembangkan, yaitu:
a. menguasai kurikulum
b. menguasai materi semua mata pelajaran
c. terampil menggunakan multi metode pembelajaran
d. memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya
2. Kompetensi Profesionalisme Guru Agama Islam
Sebagaimana layaknya makna profesional bagi guru umum, maka guru agama pun mestilah seorang profesional. Seperti kesimpulan di atas bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang pendidikan. Kemampuan atau kompotensi mempunyai kaitan yang erat dengan intraksi belajar mengajar dalam proses pembelajaran. Dimana seseorang guru akan ragu-ragu menyampaikan meteri pelajaran jika tidak dibarengi dengan kompetensi seperti penguasaan bahan, begitu juga dengan pemilihan dan penggunaan metode yang tidak sesuai dengan materi akan menimbulkan kebosanan dan mempersulit pemahaman belajar siswa. Dengan demikian profesionalitas seseorang guru sangat mendukung dalam rangka merangsang motivasi belajar siswa dan sekaligus tercapainya intraksi belajar mengajar sebagai mestinya.
“Proses intraksi belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas timbal balik yang langsung dalam situasi pendidkan untuk mencapai tujuan tertentu. Intraksi guru dengan siswa bukan hanya dalam penguasaan bahan ajran, tetapi juga dalam penerimaan nilai-nilai, pengembangan sikap serta mengatasi kesulitaan-kesulitan yang di hadapi oleh siswa. Dengan demikian di dalam intraksi belajar mengajar dalam rangka menimbulkan motivasi belajar siswa, guru bukan hanya saja sebagai pelatih dan pengajar tetapi juaga sebagai pendidik dan pembingbing”.[7]
Kemampuan atau profesionalitas guru (termasuk guru agama) menurut Mohammad Uzer Usman meliputi hal-hal berikut ini:
1. Menguasai landasan kependidikan
- Mengenal tujuan pendidikan nasinal untuk mencapai tujuan
- Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat
- Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimamfaatkan dalam proses belajar mengajar.
2. Menguasai bahan pengajaran
- Mengusai bahan pengajaran kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan menegah
- Mengusai bahan pengayaan
3. Menyusun program pengajaran
- Menetapkan tujuan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan bahan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
- Memilih dan memamfaatkan sumber belajar
4. Melaksanakan program pengajaran
- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
- Mengatur ruangan belajar
- Mengelola intraksi belajar mengajar
5. Menilai hasil belajar mengajar yang telah dilaksanakan
- Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
- Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.[8]
Sesuai dengan kutipan di atas, maka seorang guru profesional adalah guru yang mempunyai strategi mengajar, menguasai bahan, mampu menyusun program maupun membuat penilaian hasil belajar yang tepat.
Selain hal di atas guru juga mesti memiliki kemampuan dalam membangkitkan motivasi bagi belajar siswa. Mengenai hal ini menurut Ibrahim dan Syaodih ada beberapa kemampuan yang mesti dimiliki oleh guru yaitu :
“Pertama, menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Dengan metode dan media yang bervariasi kebosanan pun dapat dikurangi atau dihilangkan. Kedua, memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Ketiga, Memberikan saran antara lain ujian semester, ujian tegah semester, ulangan harian dan juga kuis. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses. Bahan atau soal yang sulit yang hanya bisa dicapai siswa yang pandai. Agar siswa ysng kursng pandai juga bisa maka diberikan soal yang sesuai dengan kepandainnya. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dalam hal ini di lakukan guru dengan cara belajar yang punya rasa persahabatan, punya humor, pengakuan keberadaan siswa dan menghindari celaan dan makian. Keenam, Mengadakan persaingan sehat melalui hasil belajar siswa. Dalam persaingan ini dapat diberikan pujian, ganjaran ataupun hadiah.”[9]
Sejalan dengan kutipan di atas, maka profesionalitas guru adalah rangka motivasi siswa untuk sukses dalam belajar akan terlihat dengan kemampuan di dalam intraksi belajar mengajar yang muncul indikator penggunaan metode dan media yang bervariasi, pemilihan bahan yang menarik minat, pemberian kesempatan untuk sukses, penyajian suasana belajar mengajar yang menyenangkan dan juga pengadaan persaingan sehat.
Beberapa pendapat menjelaskan tentang kompotensi guru agama dalam rangka motivasi siswa antara yaitu:
1. Penggunaan metode dan media yang bervariasi.
Di dalam intraksi belajar mengajar tidaklah kita temui selamanya berjalan dengan sukses, tetapi pasti ada jal-hal yang menyenangkan siswa merasa bosan mengikuti pelajaran sehingga materi yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dan dikuasainya secara obtimal. Salah satu yang menyebabkan timbulnya kebosanan siswa dalam belajar adalah penggunaan metode dan media yang menoton. Jadi jika terdapat di antara siswa menentang pelajaran yang diberikan maka salah satu sebabnya adalah masalah metode dan media yang di pergunakan guru tidak sesuai dengan materi yang disampaikan. Misalnya seorang guru hanya menggunakan satu macam metode dan media dalam berbagai materi pelajaran, siswapun akan merasa bosan dan tidak mengikuti pelajaran sebaimana yang diiginkan. Oleh sebab itu suksesnya intraksi belajar mengajar harus dibarengi dengan metode dan media yang bervariasi agar menghasilkan pembeljaran sebagaimana harusnya. Dengan demikian penggunaan metode dan media yang bervariasi adalah salah satu pendorong bagi siswa[10]
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa variasi metode dan media dalam intraksi belajar mengajar adalah hal yang penting dalam rangka membangkitkan motivasi belajar siswa mengikuti pelajaran,
2. Memilih bahan yang menarik minat belajar siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menatap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan suatu yang diminatinya. Sebaliknya tampa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu.[11]
Sejalan dengan kutipan di atas sepatutnya seorang guru berusaha untuk menarik minat belajar siswa, walaupun pada kenyataannya tidak semua materi yang di sampaikan oleh guru disukai siswa. Tetapi disinilah tugas guru memahami sifat, mental, minat dan kebutuhan siswa agar dia bisa memberikan bimbingan dan pelajaran dengan sebaik-baiknya untuk menarik minat siswa. Beberapa cara membangkitkan minat belajar siswa, yaitu :
a. Mengajar dengan cara menarik.
b. Mengadakan selingan yang sehat.
c. Menggunakan alat peraga
d. Sedapat mungkin mengurangi / menghilangkan sesuatu yang menyebabkan perhatian yang tak perlu.
e. Dapat menunjukkan kegunaan bahan pelajaran yang di berikan
f. Berusaha mengadakan hubungan antara apa yang sudah ada diketahui murid dengan yang akan diketahuinya[12]
3. Memberikan sasaran antara, seperti ujian semester, ujian tegah semester, ulangan harian dan kuis.
Pengetuan yang dak ulang-ulang atau tidak adanya pengujian akan mudah hilang dan tidak akan menetap dalam ingatan. Tetapi pengetahuan yang sering di ulang-ulang akan menjadi pengetahuan dan dapat digunakan. Maka pada waktu intraksi belajar mengajar guru hendaknya sering mengadakan ulangan yang teratur, agar bahan pelajaran yang di ajarkan itu benar-benar dimiliki murid dan siap digunakan.
Ulangan harian atau kuis diadakan apabila :
a. Sebagian besar murid-murid tidak mengerjakan tugas yang diberikan
b. Pelajaran yang lampau telah dilupakan
c. Jika mungkin sebelum pelajaran dimulai. Sedangkan ulangan tengah semester dan semester diadakan pada waktu sebelum libur.[13]
Ulangan harian dan kuis diadakan oleh guru saat berlangsungnya proses belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar.
b. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dan proses belajar mengajar dengan baik[14]
Oleh sebab itu, tujuan ulangan harian atau kuis untuk perbaikan proses belajar mengajar, maka sebagian guru hendaknya memiliki kebesaran hati mencari kekurangannya dalam proses belajar mengajar seperti metopdologi, didaktik, motivasi dan penguasaan terhadap bahan yangt diajarkan. Dengan demikian termasuk juga tujuan ulangan harian atau kuis untuk merangsang siswa agar lebih rajin belajar dan sekal;igus mengetahui bagian-bagian materi yang belum dikuasainya. Sedangkan ujian semester untuk mengukur keberhasilan belajar siswa ataupun kelulusan naik klelas atau tidak.[15]
4. Pemberian kesempatan untuk sukses
Pemberian kesempatan untuk sukses adalah pemberian soal kepada siswa sesuai dengan kemampuannya. Sebagai guru hendaknya memahami bahwa murid / siswa tidaklah semua punya kesamaan tingkat pengetahuannya, dimana sebagian ada yang pintar, ada yang sedang dan ada pula yang bodoh.[16] Mengenai pemberian soal kepada siswa Chabib Thoha mengatakan:
“Pemberian soal haruslah tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah, karena bilamana soal memiliki tingkat kesukaran yang maksimal maka murid / siswa yang punya intlegensi dibawah sedang mungkin kesukaran dan tidak mampu menjawab secara optimal yang akhirnya tidak pernah merasa sukses dalam belajar, artinya tidak ada kesempatan untuk sukses.[17]
Jadi dengan berpedoman kepada kutipan di atas dapat dipahami bahwa soal yang diberikan guru mestinya jangan terlalu mudah, karena tidak ada nantinya pembeda yang pandai, yang sedang yang bodoh. Dan jangan pula terlalu payah, karena ada nantinya siswa yang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk sukses, yang memungkinkan motivasi belajar tidak timbul. Akhirnya tidak mampu memahami pelajaran, dan malas untuk mengikuti intraksi belajara mengajar.
5. Penyajian suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Siswa lebih senang melanjukan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Jadi dengan guru harus berusaha semaksimal mungkin didalam intraksi belajar mengajar dalam rangka memberikan motivasi bagi siswa agar mereka bergiat terus belajar dan mencapai tujuan. Cara untuk menyenangkan siswa dalam belajar adalah:
- Usahakan jangan mengulangi hal-hal yang mereka ketahui, sebab mereka jenuh.
- Suasana fisik kelas jangan membosankan
- Hindarkan dari prustasi, seperti pertanyaan yang tak masuk akal.
- Hindarkan suasan kelas yang bersifat emosional sebagai akibat adanya kontak personal.
- Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan intraksi belajar mengajar.
- Berikan siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah di capai masing-masing siswa.
- Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.[18]
6. Mengadakan persaigan sehat
Persaingan, sebenarnya adalah berdasarkan kepada dorongan untuk kedudukan dan penghargaan. Kebutuhan akan kedudukan dan penghargaan adalah merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu persaingan dapat menjadi tenaga pendorong yang sangat besar bagi perkembagan belajar siswa. Persaingan dalam rangka memotivasi belajar siswa dapat dilakukan guru dalam bentuk bermacam mata pelajaran. Dan pada biasanya persaingan secara sehat yang diadakan guru selalu diikuti dengan ganjaran seperti pemberian hadiah ataupun pujian, sesuai dengan bentuk dan tingkat persaingan sehat itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut ini :
- Persaingan jalan terlalu intensif, sebab akan mengakibatkan hal-hal negatif, seperti anak yang lemah akan merasa dirinya tidak mampu dan putus asa.
- Persaingan harus diadakan dalam suasana yang jujur, yang sportif.
- Semua anak ikut bersaing hendaknya mendapat penghargaan, baik yang menang maupun yang kalah.
- Hendaknya persaingan itu berjenis-jenis, agar yang menang tidak itu-itu saja.[19]
Dengan demikian jika persaingan tersebut dilaksanakan dengan adanya aturan-aturan sebagauimana yang di atas, maka persaingan itu akan jadi persaingan sehat yang merupakan motivasi yang berperan untuk belajar siswa. Di mana dengan motivasi tersebut siswa-siswa berlomba memahami dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan belajar sehingga mencapai secara optimal.
Bila profesionalitas guru yang memiliki indikator seperti diatas direalisasikan di dalam intraksi belajar mengajar maka siswa akan aktif mengikuti intraksi belajar mengajar, menyelesaikan tugas –tugas dengan penuh kesadaran, mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru. Pada kondisi yang seperti itu maka kesuksesan belajar dapat tercapai secara maksimal.
[1] Syafruddin Nurdin, Guru Profesinal dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h.. 16.
[2] Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002 ), h..15.
[3]Andrias Harefa, Membangkitkan Roh Profesionalisme, (Jakarta: Gramedia: 1999), h. 22-23
[4] Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h..53.
[5] Muhammad Uzer Usman op. cit., h.. 9.
[6]Departemen Pendidikan Nasional, Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta: PEQIP, 2001), h. 12.
[7] R. Ibrahim, Nana Syaodih S. Perencanaan Pengajaran, (Jaakarta : Rineka Cipta, 1996), h. .33-34
[8] Muhammad Uzer Usman op. cit., h.. 18-19.
[9] R. Ibrahim, Nana Syaodih S., op. cit., h..28
[10] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta : Bumi aksara, 2002), h.. 16,
[11] Muhammad Uzer Usman, op. cit., h..27.
[12] Team Didaktik Metodik KurikulumIKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta : Raja Grafindo persada, 1993), h.. 23.
[13] Ibid., h.. 26.
[14] M. Chabib Thoha, Tehnik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 1996), h..47.
[15] Ibid., h.. 48.
[16] S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000),h.. 33.
[17] M. Chabib Thoha, Op. cit. , h.. 145.
[18] Oemar Hamalik, Op. Cip., h.. 161
[19] Amir Daen, Pengantar Ilmu Pendidkan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1973), h.. 167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar