Sabtu, 29 Januari 2011

ARTIKEL

Saturday, 22 January 2011 (18:44) | 31 views | 0 komentar
Oleh : Diyono Adhi Budiyono
Human Development Raport (HDR) dari Unitet Nation Development Programme (UNDP) menutup angka Human Development Index ( HDI) Indonesia tahun 2010 di posisi 108/0.600 dari 169 negara yang disurvei. Angka ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih terlalu memperihatin jika tidak mau dikatakan terbelakang. Sehingga pekerjaan rumah dunia pendidikan Indonesia tahun 2011 ini masih terlalu berat.
Pengukuran sumber daya manusia itu dengan menggunakan metode HDI yang mencakup variable; harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. Sedang indikator yang digunakan untuk pengukuran itu meliputi; (1)Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran, (2) Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa dan kombinasi pendidikan dasar , menengah, (3) Standard kehidupan yang layak. Dari ketiga indikator ini digunakan untuk menentukan klasifikasi suatu negara kedalam klas Negara maju, berkembang atau miskin.
Diantara Negara di Asia tenggara yang tergabung dalam ASEAN saja, posisi Indonesia hanya di atas Vietnam, Tomor Leste, Myanmar urutan dari bawah. Negara ASEAN yang paling tinggi posisinya adalah Singapura, dengan angka HDI 27/0.846. disusul urutan di bawahnya berturut-turut; Brunai Darussalam: 37/0.805, Malaysia: 57/744, Thailand: 92/0.654, Philipina: 97/0.638, Indonesia: 08/0.600 , Vietnam: 113/572, Timor Leste: 120/0.502, dan Myanmar: 132/0.451.
Angka HDI itu terkait erat dengan tingkat kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia rata-rata masih masih hidup di bawah kemiskinan. Padahal tanah air Indonesia melimpah akan sumber daya alamnya. Ironis memang kenyataan ini. Rakyat Indonesia hidup miskin di tengah negera kaya raya. Imbas kemiskinan itu berdampak pada banyaknya anak putus sekolah, atau bahkan di daerah tertentu, banyak anak usia sekolah yang tidak mengenal bangku sekolah.
Jumlah anak Indonesia usia sekolah tahun 2010 yang terancam putus sekolah mencapai 13 juta yang terdiri dari usia tujuh sampai 15 tahun. Berdasarkan data BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2010, siswa tingkat sekolah dasar(SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) banyak yang terancam putus sekolah dan ini sangat ironis di tengah kebijakan pemerintah wajib belajar 9 tahun.
Dari data anak usia sekolah yang putus sekolah tahun 2010 itu, 80 persen karena alasan ekonomi. Menurut laporan dari Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas), Fasli Jalal, pemerintah mempunyai data daerah mana saja yang pendidikannya perlu diintervensi.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan delapan puluh persen dari jumlah anak putus sekolah, yaitu : pertama, karena kesulitan ekonomi baik yang tidak punya dana untuk beli pakaian seragam, buku, transport atau kesulitan ekonomi yang mengharuskan mereka harus bekerja sehingga tidak mungkin bersekolah.
Kedua ,di daerah pedalaman banyak sekolah yang jarak sekolah dengan rumah jauh. Itu lantaran Indonesia merupakan negara kepulauan, bergunung-gunung dan populasinya tersebar di sehingga pemerintah mengakui belum bisa menjamin pendidikan layaknya seperti di perkotaan di mana tiga kilometer pasti sudah ada fasilitas pendidikan.
Ketiga ialah anak usia seklah ini sudah diwajibkan kawin muda sehingga keterbatasan waktu untuk bersekolah makin tinggi.
Dari data HDI dan penjelasan wamandiknas tentang masih banyaknya anak putus sekolah, menjadikan pekerjaan rumah (PR) bagi kita di bidang pendidikan tahun 2011. Dan PR itu masih cukup berat. PR pendidikan 2011 adalah berhadapan dengan masih tingginya anak putus sekolah di tengah rendahnya angka indeks pembangungan manusia Indonesia yang mencerminkan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selayaknya, pemerintah bersama rakyat dan elemen bangsa ini harus memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan dunia pendidikan di tanah. Ya hanya komitmen dan kebijakan pemerintah yang kuatlah yang dapat segera mengentaskan keterbelakangan bangsa ini. Banyak praktisi pendidikan dan polotikus mengatakan, bahwa sesungguhnya kita telah sanggup merumuskan tujuan dengan baik,perencanaan pembanguna, termasuk bidang pendidikan, tetapi kita masih kurang orang yang bisa melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan itu.
Dalam banyak hal, kita telah banyak tahu arah tujuan yang hendak kita capai, dan tahu apa yang harus dilakukan, namun kita sering enggan atau bahkan tidak mau melakukannya. Sering juga mau melakukannya, tetapi hanya setengah hati, atau mau melakukan dengan ditumpangi kepentingan pribadi atau golongan.
Kita perlu menyadari, apapun tujuan kita, pencapaian tujuan itu selalu dengan ilmu, dan ilmu itu alternative terbaiknya di dapat di sekolah. Kita perlu memajukan sekolah dan pendidikan kita, jika kita ingin meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Kita tidak terus-menurus hanya bisa mengekspor tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah, yang menjadi bulan-bulanan dan penganiayaan majikannya di luar negeri. Selama ini, dari tahun ke tahun masalah TKI pun berulang-ulang terjadi dengan kesalahan yang sama. Kita mengeksport TKI yang minim kualitas sumber daya manusianya.
Kita, pemerintah bersama rakyat perlu formulasi dan implementasi kebijakan pendidikan yang tepat dan akurat. Seperti halnya, bagaimana kita akan menangkap harimau yang tiba-tiba muncul di lereng merapi pasca erupsi Merapi 5 Desember 2010 lalu. Untuk bisa membunuh atau mengusir harimau itu perlu; persiapan persenjataan, perangkap, waktu mengintip, sampai akhirnya harimau itu terbunuh atau terjinakkan, agar tidak mengganggu dan mengancam jiwa masyarakat.
Ibarat itu sama halnya ketika kita berhadapan dengan permasalahan di dunia pendidikan kita sekarang ini. Kita butuh prestasi dalam penangkapan harimau pengganggu atau yang menghambat pendidikan kita, agar dunia pendidikan kita dapat berjalan dan tumbuh subur memberikan kehidupan bangsa dan negera sejajar bahkan pinunjul dari negara-negara maju di dunia.
Pemimpin bangsa bersama rakyat harus segera mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat untuk membunuh harimau pengganggu dunia pendidikan itu. Masih banyak yang perlu dibenahi dunia pendidikan kita di tahun 2011 ini. Angka putus sekolah diperkirakan akan bertambah lagi sejalan dengan banyaknya bencana alam yang terjadi di tanah air ini dan belum meratanya tingkat kesejahteraan rakyat. Hal ini ironis sekali. Karena beberapa pengusaha Indonesia telah masuk jajaran 40 orang terkaya di dunia, dan orang-orang kaya baru dari hasil korupsi uang rakyat, ternyata banyak masyarakat miskin yang anak-anaknya putus sekolah. dan juga anak-anak di daerah pasca bencana, seperti Mentawai, Wasior, sekitar Merapi dan daerah bencana lainnya, diperkirakan akan bertambah jumlah angka anak putus sekolah, juga karena ekonomi.
Program otonomi pendidikan diharapkan bisa mempercepat kemajuan pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia, namun yang terjadi sebaliknya. Otonomi pendidikan dinilai oleh banyak pakar, belum efektif untuk mempercepat peningkatan mutu dan layanan pendidikan. Justru sebaliknya, banyak keluhan soal kuatnya intervensi bupati/ wali kota kepada guru dan sekolah yang menyebabkan mengendorkan semangat dan kinerja guru dan sekolah dalam memajukan pendidikan.
Hal itu menyebabkan adanya isu yang mengemuka, agar desentralisasi pendidikan yang diberikan kepada daerah seiring kebijakan otonomi daerah, diminta untuk ditinjau kembali. Minimal ada kebijakan untuk mengembalikan kewenangan soal guru kepada pemerintah pusat supaya mereka tidak menjadi korban kepentingan politik pemerintah daerah.
Seperti halnya pernah diusulkan Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo kepada pemerintah, agar pemerintah mengambil kebijakan sentralisasi guru yang saat ini menjadi kewenangan bupati/wali kota ke pusat. Ini disebabkan pengangkatan, pemberian sanksi, penghargaan, dan sebagainya tidak memperhatikan kompetensi dan riwayat karier guru, tetapi lebih pada mendukung atau tidak mendukung bupati/wali kota terpilih.
Semestinya dunia pendidikan terbebas dari segala kepentingan-kepentingan, kecuali kepentingan untuk pemenuhan hak dasar manusia dalam memperoleh pendidikan yang layak. Dunia pendidikan adalah proyek kemanusian sebagai upaya kesejahteraan dan keselamatan hidup dan kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Untuk itu, memanjukan pendidikan dan meningkatkan sumber daya manusia, tidak hanya dalam wacana dan formula-formula, namun perlu kerja nyata dan kerja keras dengan kesungguhan hati.
***

Sumber: PR Pendidikan 2011 Masih Berat » Agupena Jawa Tengah http://agupenajateng.net/2011/01/22/pr-pendidikan-2011-masih-berat/#ixzz1CSSH9vgQ
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

Tidak ada komentar:

Posting Komentar