MANAJEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
(Strategi dan Upaya menghadapi Tantangan Globalisasi melalui Pendidikan)
Adman, S.Pd )[1]
Abstrak
Derasnya arus globalisasi akan melanda setiap sendi kehidupan manusia dimanapun dia berada. Keadaan apapun tidak bisa menolak dan menghindar, mau tidak mau harus dihadapi. Hanya bamgsa yang mawas diri sajalah yang bisa menghadapi. Pendidikan merupakan benteng untuk menghadang derasnya arus globalisasi. Manajemen pendidikan nasional yang rapih merupakan strategi jitu untuk mengatasi dampak negatif globalisasi, juga akan mengarahkan globalisasi ke arah yang positif bagi pembangunan bangsa.
Keyword : Globalisasi, manajemen pendidikan.
A. Latar Belakang
Memasuki abad XXI ditandai dengan era globalisasi yang di dalamnya merupakan dunia informasi, proses komunikasi berjalan semakin intensif sehingga batas-batas negara tidak lagi menjadi penghalang dalam proses transformasi teknologi dan informasi. Dunia pada abad ini akan mengalami transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia, sosial, budaya, dan politik. Proses transformasi itu dapat dirangkum dengan istilah globalisasi. Dalam era globalisasi ini kehidupan umat manusia, sebagian sudah dapat diramalkan arahnya, namun sebagian besar masih merupakan teka-teki. Banyak pakar telah menelaah globalisasi, seperti Rosabeth Moss Kanter dalam Tilaar (1997: 12) yang mengidentifikasi enam kekuatan yang mendorong proses tersebut, yaitu: (1) globalisasi dari proses industrialisasi dan teknologi, (2) globalisasi keuangan, komunikasi, dan infromasi, (3) globalisasi kekaryaan, pekerjaan, dan migrasi, (4) globalisasi efek polusi biosfer terhadap kehidupan manusia, (5) globalisasi dari perdagangan persenjataan, dan (6) globalisasi kebudayaan, konsumsi, dan media massa.
Perubahan besar yang berjalan teramat cepat melanda kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara tersebut yang memaksa kita mempersiapkan diri bukan saja agar dapat tetap survive dalam kehidupan global yang penuh persaingan sehingga menuntut kerja keras dan hasil kerja yang berkualitas tinggi, tetapi juga bagaimana kita mengembangkan jati diri atau identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Hal ini menuntut kita suatu wawasan masa depan, wawasan abad XXI. Masa depan bukan sesuatu yang menakutkan sehingga harus dihindari, tetapi merupakan peluang untuk meningkatkan taraf kehidupan kita asal kita siap menghadapinya. Menghadapi era globalisasi, diperlukan visi yang dapat mengarahkan misi, rencana, dan segala ikhtiar. Minimal ada enam komponen yang akan menentukan perubahan, yaitu: (1) adanya visi yang jelas, (2) misi berupa rumusan langkah-langkah kunci untuk mulai melakukan inisiatif, mengevaluasi dan mempertajam bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi, (3) rancangan kerja, (4) sumber daya, (5) keterampilan profesional, dan (6) motivasi dan Insentif (Tilaar (1997: 12).
Peningkatan kemampuan intelektual termasuk penguasaan, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi agar penguasaan tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Selanjutnya, manusia Indonesia yang berkualitas mempunyai daya saing yang tinggi di tengah-tengah kehidupan global. Sudah tentu penguasaan intelektual tersebut selalu harus seimbang dengan peningkatan kemampuan etis dan moral serta agama sebagai sumber nilai-nilai etika dan moral.
Laporan komisi UNESCO mengenai pendidikan abad XXI menyatakan empat pilar, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996: 85). Dalam kaitan itu kesadaran lingkungan dan moral merupakan suatu tugas yang sangat penting di setiap program pendidikan nasional. Selanjutnya, dunia yang telah menyatu itu meminta setiap anggota masyarakat untuk hidup bersama dengan penuh toleransi di tengah-tengah perbedaan yang ada.
Dalam era globalisasi diperlukan jaringan komunikasi global seperti bahasa dunia (Inggris, Mandarin, dan Arab) yang merupakan bahasa mayoritas populasi penduduk dunia, perangkap komunikasi seperti komputer/internet, sikap disiplin dan kemandirian. Dalam konteks nasional, pendidikan diharapkan menghasilkan menusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN No.2: 1989).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membangun peradaban bangsa. Oleh karena itu, pendidikan harus selalu bertumpu pada konsep pertumbuhan, pengembangan, pembaharuan, dan kelangsungannya sehingga penyelenggaraanpendidikan harus dikelola secara profesional. Mengingat pendidikan mempunyai peranyang sangat strategis dalam proses pembangunan peradaban bangsa, maka bidang pendidikan perlu komitmen nasional. Adanya dukungan pemerintah perlu ditindaklanjuti oleh Kabupaten/Kota dengan memberikan alokasi anggaran pendidikan di daerahnya sesuai dengan amanat konstitusi.
Pengesahan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah meletakkan dasar kebijakan pendidikan ke depan sekaligus memberikan landasan legal dalam pelaksanaannya. Sebagai produk hukum, undang-undang ini tidak hanya mengakomodasi berbagai kepentingan guna pengembangan pendidikan nasional, tetapi juga mempertimbangkan fenomena globalisasi. Pesan-pesan baru yang terkandung dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, antara lain, memberikan dasar pengelolaan desentralisasi pendidikan, peningkatan porsi dana pendidikan, dan kecenderungan global. Desentralisasi pengelolaan pendidikan itekankan pada manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi. emberian otonomi tidak dimaksudkan untuk memberikan kebebasan saja, tetapi lebih dari itu adalah untuk memberdayakan perguruan tinggi.
B. Permasalahan
Makalah ini secara singkat akan mengungkap prospek manajemen dan perencanaan pendidikan nasional. Berbicara prospek berarti melihat ke depan tentang peranan dan fungsi manajemen pendidikan nasional. Sebagai subsistem dari manajemen dan pembangunan nasional, prospek manajemen pendidikan nasional tidak terlepas dari kecenderungan global dewasa ini dan dimasa depan.
Menyimak uraian di atas perhatian kita akan terfokus bagaimana pendidikan mampu menghadapi berbagai persoalan yang semakin global ini. Tantangan yang dirasakan begitu luas dan berat ini perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Oleh karena itu diperlukan satu konsep dan pemikiran yang mampu mengakomodir berbagai wacana dan fenomena tentang dunia pendidikan. Dengan demikian diperlukan satu metode pengelolaan yang menyeluruh. Metode pengelolaan inilah yang kita kenal dengan Manajemen pendidikan Nasional. Bagaimana Manajemen pendidikan Nasional mampu menghadapi tantangan globalisasi pendidikan ? Strategi apa yang tepat dalam mengatasi globalisasi dibidang pendidikan ?
C. Manajemen Pendidikan Nasional
H.A.R. Tilaar mengemukakan tentang keberhasilan pembangunan pendidikan nasional, “Kalau etape pertama berkenaan dengan berbagai target kuantitatif dalam pembangunan, yang kedua berkaitan dengan kepengaturan sistem pendidikan nasional”. Pernyataan tersebut menegaskan kepada kita tentang pentingnya manajemen pendidikan sebagai bagian dari manajemen pembangunan nasional. Manajemen pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan kebutuhan dasar manusia Indonesia, akan tetapi merupakan salah satu dinamisator pembangunan. Oleh karena itu manajemen pendidikan haruslah merupakan subsistem dri sistem manajemen pembangunan nasional. Seperti apa dan bagaimana manajemen pendidikan nasional? Di dalam tulisan ini penulis mengartkan “manajemen pendidikan” sebagai suatu kegiatan anggota mengimplikasikan adanya perencanaan atau rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya. Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang dihadapi umat manusia serta proses demokratisasi.
Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman/kepentingan daerah/sekolah/peserta-didik, mematikan partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Sementara itu, penyebaran sumber daya manusia penelitian dengan berbagai macam dan tingkatan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, masih dirasakan kurangnya budaya berpikir kritis, penghargaan karya cipta (HAKI) yang belum memadai, kurang efektifnya sistem kelembagaan dan perangkat perundang-undangan serta sertifikasi profesi ilmiah.
Secara teoritis seperti diungkapkan oleh Tilaar ada beberapa alasan mengenai pendidikan di Indonesia. Pertama, Masyarakat dan bangsa kita dalam ancang-ancang memasuki tahap pembangunan nasional yang penting yaitu pembangunan nasional jangka panjang kedua. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran mengenai kebijakan yang perlu dirumuskan dalam berbagai bidang, termasuk bidang pedidikan, yang teramat strategis dan vital. Menurutnya pada tahap pembangaunan nasional jangka pajang kedua akan menitik beratkan pada peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, yang tidak lain akan bertumpu pada pendidikan.
Alasan. Kedua, Tilaar konsen pada pendidikan saat ini ialah pengamatan dia mengenai perkembangan dunia pendidikan nsional dewasa ini yang semakin membutuhkan suatu manajemen atau npengelolaan yang semakin baik. Dikatakan krisis pendidikan yang kita hadapi dewasa ini berkisar kepada krisis manajemen. Menurutnya manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, maka apa yang kita hadapi ialah berbagai hambatan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut. Misalnya masalah pembiayaan pendidikan, masalah tenaga kependidikan khususnya guru SD, dualisme pengelolaan SD, masalah penggauran lulusan perguruan tinggi dan menengah. Masalah perguruan swasta, dan sebagai kulminasi dari keseluruhan masalah manajemen tersebut di atas ialah rendahnya kulaitas pendidikan kita.
Masalah manajemen pendidikan menyangkut efisiensi dalam pemanfaatan sumber yang ada. Masih lembahnya manajemen pendidikan kita menunjukkan sisem pdnidikan nasional masih belum efisien. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa pengembangan sistem pendidikan nasional kita bukan hanya memerlukan konsep-konsep manajemen pendidikan yang mantap, tetapi juga mmerlukan pengetahuan dan pengalaman manajemen pendidikan secara sistematis yang dikembangkan dan diterapkan dalam situasi dan kondisi sosial ekonomi negara kita yang beraneka ragam tersebut. Sejalan dengan itu kebutuhan manajer-manajer pendidikan yang profesional sudah merupakan keharusan.
1. Globalisasi, Humanisasi dan Demokratisasi.
“Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidemensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalm dimensi-dimensi intelektual, moral dan spriritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya kita dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan bentuk kehidupan di palanet ini”. (Fritjof Capra,1981).
Kalimat-kalimat di atas adalah pengalan paragraf dari pendahuluan yang berjudul Krisis dan transformasi, dalam bukunya Fritjof Capra yang berjudul Titik Balik Peradaban. Kalimat-kalimat di atas menggambarkan tentang globalisasi dan krisis multidimensional yang dihadapi oleh umat manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataan ini telah dan tengah kita alami bersama. Barangkali tidak perlu kita banyak bertanya bagi orang yang mampu berpikir pasti akan akan segera tanggap dan langsung merasakannya.
Kehidupan manusia memang sedang dihadapkan pada gejala globalisasi, dimana globalisasi ini akan menerjang siapa saja. Kalau Gelombang Tsunami menerjang mereka yang hidup di pantai dan sekitarnya maka globalisasi tidak padang bulu baik di pantai maupun dipegunungan semua akan dibabat habis. Sebetulnya apa sebenarnya globalisasi ini. Beberapa pengertian globalisasi akan memberikan pemahaman kepada kita, apa sebenarnya globalisasi ini. Menurut Engking Suwarman (2005), dalam perkuliahaan beliau menjelaskan beberapa definisi globalisasi yaitu “Proses mendunia sarat dengan perubahan yang cepat dan radikal diberbagai aspek kehidupan manusia. Proses meningkatkan tingkatan kesejahteraan masyarakat dari negara berkembang setara dengan yang ada dinegara maju. Proses menciptakan ketergantungan negara bekembang dri negara maju”. Dari pengertian-pengertian tersebut selanjutnya dapat diketahui Faktor-faktor pendorong globalisasi, dampaknya serta tantangan globalisasi seperti dijelaskan dalam perkuliahan. Faktor pendorongnya, menurut Engking dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Faktor pendorong Globalisasi
Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. “Proses informastisasi yang cepat karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut”. Menurutnya hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan globalisasi ini.
Tantangan lain yang mewarnai kehidupan manusai dewasa ini adalah kearah dunia yang lebih mementingkan nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam usahanya untuk pengaturan kehidupan politik maupun sosial ekonomi. Hancurnya sistem pemerintahan yang mementingkan kekuasaan atau otoriter merupakan wujud keinginan manusia utnuk menuntuk kehidupan kemerdekaan sejati. Dalam bidang kesejahteraan misalnya The World Summit for Children di PBB menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap penyelamatan generasi muda terutama nasim anak-anak sebagai generasi penerus abab 21. Usaha yang mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang mementingkan pengembangan kreativitas dalam kepribadian anak. Inilah disebut gerakan humanisasi dalam proses pendidikan. Gerakan humnaisasi ini meminta reformasi yang mendasar dalam pendidikan dalam metodologi belajr sampai dengan manajemen dan perencanaan pendidikan. Disinyalir masih banyak negara yang belum siap untuk menghadapi perubahan global, hal ini menuntut reformasi pendidikan yang meminta pendekatan baru mengenai makna kehidupan, restrukturisasi pendidikan nasional, penyesuaian peranan pendidikan dalam dunia yang berkembang. Semua pemikiran ini meminta penilaian kembali terhdap tujuan pendidikan, kurikulum, proses pendidikan, serta restrukturisasi manajemen pendidikan.
Humanisasi kehidupan manusia berkaitan erat dengan demokratisasi kehidupan manusia. Demokrasi adalah penghormatan kepda nilai-nilai kemanusiaan. Demorasi ini memungkinkan kreativitas manusia dalam peningkatan kehidupannya. Demokratisasi pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses perencanaan dan manajemen pendidikan. Dalam hal ini menuntut perubahan dari sistem perencanaan dan manajemen pendidikan yang birokratik menjadi sistem perencanaan dan manajemen yang terbuka.
Kenyataanya di Indonesia masih kental dengan sistem manajemen pendidikan yang sentralistik dan birokratik. Di masa globalisasi ini sistem manajemen yang demikian sudah tidak sesuai lagi. Sistem perencanaan dan manajemen pendidikan nasional harus bersifa terbuka dan fleksibel. Oleh karenanya menuntut perubahan dari yang birokratik yang cenderung kental dengan kekuasaan berubah menjadi terbuka dan cenderung partisipatoris, artinya perencanaan dan manajemen harus melibatkan semua pihak. Dengan demikian pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan riil manusia atau masyarakat.
2. Manajemen sistem pendidikan sebagai kebutuhan masa depan.
Berbicara manajemen sistem pendidikan, maka perhatian kita arahkan pada SISMENAS, yang merupakan suatu perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usah untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mu ngkin dalam menggunakan sjmber dana dan daya guna nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Ada 3 faktor dalam sistem tersebut : yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN). SISMENAS sendiri merupakan proses pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), hal ini terjadi pada TAN dan TLP. TPKB bisa terlaksana diperlukan arus masuk yaitu dari Tata Kehidupan Masyarakat (TKM), dan melewati Tata Politi Nasional (TPN). SISMENAS secara fungsional mempunyai fungsi: yaitu pembuatan aturan, penerapan aturan dan penghakiman aturan. Selanjutnya unsur-unsur sistem dalam manajemen pendidikan nasional itu akan menjadi pedoman pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita.
Memperhatikan begitu pentingnya manajemen sistem pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional serta menunjukkan perhatian aspek kehidupan manusia ini merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sistem pendidikan merupakan satu kebutuhan bagi manusia di masa mendatang.
Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsep-konsep sebagai berikut :
1. Konsep pendidikan berkelanjutan
Ketentuan pemerintah mengenai jalur penyelenggaraan pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua jalur tersebut dalam pelaksanaanya memiliki karakteristik yang berbeda. Pendidikan berkelajutan ini termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, jalur pendidikan berkelanjutan tidak terbatas pada usia dan ruang sekolah secara formal. Pendidikan berkelanjutan adalah konsep pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, termasuk dalam konsep ini adalah bentuk pelatihan yang mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar pendidikan formal. Pelatihan mempunyai konotasi keterampilan tertentu.
b. Modalitas pendidikan dan pelatihan berbeda.
c. Dimensi pengembangan perilaku berbeda.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Tinjauan teoritik di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara pendidikan (formal) dan pelatihan adalah artifisial. Keduanya saling mengisi dalam rangka pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sebagai pelaksana pembangunan.
Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.
3. Perencanaan Manajemen Pendidikan Nasional
Perencanaan Pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah bagian dari SISMENAS, Rencana manajemen pendidikan nasional merupakan subsistem dari SISMENAS. RENMENDIKNAS sebagi sub sistem SISMENAS pelaksanaannya dapat dikemukakan dalam fungsi-fungsi sebagai berikut:
3. TKM sebagai arus masukan SISDIKNAS.
Tata kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh arus globalisasi. Pengaruh-pengaruh tersebut harus disaring agar dapat memberikan dampak positif dalam pembinaan SISDIkNAS. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam membendung pengaruh tersebut, pertama dari perlu dibina ketahan sistem itu sendiri, kedua ketahanan yang dimaksud adalah adalah ketahanan nasional yang berpijak pada kebudayaan nasional dan tujuan nasional.
4. Fungsi-fungsi TKPB untuk mewujudkan kepentingan rakyat melalui SISDIKNAS.
Fungsi ini dipergunakan untukmewujudkan kepentingan masyarakat, dalam hal ii kepentingan rakyat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. TKPB sendiri mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan.
5. Administrasi SISDIKNAS
Administrasi sebagai sebagai faktor karsa dri SISMENAS meliputi dua hal :
a. pengaturan partisipasi perorangan dan kelompok
b. pengaturan kekuasaan dan kewenangan.
6. Manajemen SISDIKNAS
Manajemen Sisdiknas merupakan suatu proses sosial yang direkayasa untuk mencapai tujuan sisdiknas secara efisien, dan efektif dengan mengikutsertakan kerjasama, serta partisipasi seluruh masyarakat. Ada tiga hal yang penting yaitu :
a. manajemen SISDIKNAS sebagai sutu proses sosial.
b. Rekayasa utnuk mencapai tujuan SISDIKNAS
c. Pengikutsertaan (partisipasi) masyarakat.
Sebagi proses sosial, manajemen SISDIKNAS tidak terlepas dari SISMENAS yang pada hakekatnya mengemban kepentingan nasional atau kepentingan rakyat.
7. Organisasi SISDIKNAS.
Suatu organisasi yang efektif akan mendukung proses manajemen SISDIKNAS dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Organisasi yang efektif akan membantu perencanaan, pengambilan keputusan berkelanjutan, pelaksanaan pengawasan.
D. Manajemen Pendidikan Dasar dan Pembangunan Daerah
Persoalan pendidikan dasar menjadi polemik tersendiri dalam tatanan sistem pendidikan nasional. Upaya pemerintah dalam hal ini dengan menetapkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang pendidikan dasar. Undangn undang yang mengatur yaitu UU no. 28 tahun 1989. Sedangkan mengenai sekolah dasar diberlakukan PP No. 65 tahun 1951. Pada masa pembangunan pendidikan dasar menjadi prioritas dan dijadikan satu pendidikan yang bersifa universal. Pemerataan pembangunan dibidang pendidikan dasar ini menjadi tanggung jawab msyarakat dan pemerintah daerah.
Kontroversi yang timbul dewasa ini mengenai manajemen sekolah dasar bersumber dari dua asumsi. Yaitu mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan apabila ditangani secara efisien dan Pendidikan dasar yang merupakan kebutuhan dasar dari setiap warga negara merupakan kewajiban pemerintah yang paling dekat untuk melaksanakannya.
Pendidikan dasar menjadi fokus karena alasan sebagai berikut :
a. pendidikan dasar merupakan hak asasi manusia Indonesia
b. Masalah manajemen pendidikan, khususnya pendiakn dasar bukan hanya sekedar masalah yurudis tetapi lebih dari itu berkenaan dengan anak Indonesia yang akan memperoleh pendidikan dasar,
c. Desentralisasi atau sentralisasi pelaksanaan pendidikan proses pendidikan.
1. Gambaran Manajemen Pendidikan Dasar dewasa ini
Manajemen Sekolah dasar kita terdapat dualisme, atau lebih, bila dilihat dari sumber biayanya. Penyelenggaraan pendidikan dasar selama ini berdasarkan PP No. 65 tahun 1951 oleh Departemen Dalam Negeri
2. Isu Pokok sentralisasi dan desentralisasi
Pendekatan manajemen secara sentralisasi atau desetralisasi. PP No. 65 tahun 1951 menekankan pemberian sebagian wewenang pada daerah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar. Hal ini diwadahi oleh UU No. 5 tahun 74 mengenai pemerintahan daerah yang menjurus kepda pemberian otonomi kepada daerah. Namun sebaliknya PP No. 28 tahun 1990 cenderung ke arah pendekatan manajemen sentralistisik, karena lahir dari PP No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas.
Usaha pengembangan manajemen pendidikan dasar yang sehat, dengan menggali nilai-nilai positif maupun negatif dari dua kutub pendekatan manajemen pendidikan dasar yang sentralistik dan desentralistik sehingga dapat dirumuskan alternatif pendekatan kondusif bagi pengembangn sistem pendidikan nasional yang menunjang pembangunan nasional. Dalam dikotomi pemikiran sentralistik dan desentralistik manajemen pendidikan dasar ada tujuh unur yang merupakan poros penentu perumusan strategi pengelolaan. Ketujuh unsur itu adalah :
a. Wawasan nusantara dalam wdah negara kesatuan
b. Asas demokrasi sebagai sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat
c. Pengembangan kurikulum yang mengacu kepada pembanunan nasional dan syarat-syarat teknis kependidikan.
d. Proses Belajar Mengajar.
e. Efisiensi dari sistem pendidikan dasar.
f. Pembiayaan
g. Ketenagaan.
3. Beberapa kasus manajemen pendidikan nasional.
Beberapa kasus mengenai manajemen pendidikan nasional akan membahas contoh kasus dari pelaksanaan manajemen pendidikan yang terjadi di Indonesia. Uraian ini akan mengangkat tentang permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen pendidikan. Beberapa pertimbangan tentang munculnya berbagai kasus dalam manajemen pendidikan ialah didasari oleh berbagai fenomena yang dihadapi oleh bangsa. Misalnya adanya era industrialisasi dimana pada masa ini tumbuh berkembang industri-industri. Perkembangan ini menuntut ketersediaannya tenaga trampil yang memiliki keahlian yang dibutuhkan industri. Era globalisasi dimana menuntut ketersediaanya Sumber daya manusia yang handal, yang mampu berkompetisi dan komparasi. Dan semuanya itu dalam rangka mencapai cita-cita nasional yaitu masyarakat adil dan makmur.
Salah satu program yang dapat menyiapkan dan merekayasa perkembangan masyarakat kita di masa depan adalah pendidikan. Dikatakan bahwa pendidikan adalah salah satu dinamisator dalam pengembangan manusia. Tantangan Globalisasi dan masyarakat industri bisa menjadi peluang yang besar bagi pengembangan manusia, juga bisa menjai pembunuh pengembangan manusia apabila masyarakat tidak dipersiapkan untuk hidup dan menghidupi masa global dan masyarakat industrialisasi. Pada konteks inilah peranan lembaga pendidikan PGRI untuk ikut serta dalam menyiapkan kehidupan masyarakat dan manusia Indonesia dalam menghdapi masa depan. PGRI sebagai suatu kekuatan sosial masyarakat mempunyai peranan seseuai dengan jatidirinya. Kasus ini akan memberikan pemahaman kepada kita tentang, perspektif masyarakt masa depan, sistem pendidian nasional yang diperlukan masyarakat masa depan, peranan lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat masa depan.
E. PEMBAHASAN
Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka untuk mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional apa yang dibutuhkan dan apa yang harus kita lakukan. Pada bagian ini akan mengungkap secara singkat tentang berbagai usulan untuk mengatasi persoalan yang sudah diidentifikasi di atas.
Diantaranya untuk mengatasi berbagai masalah kependidikan sebagaimana disebutkan di atas maka diperlukan satu kebijakan pemerintah. Misalnya untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan yang tercantum dalam GBHN 1999-2004 yaitu :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Kemudian kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
1. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
2. Program Pendidikan Menengah
3. Program Pendidikan Tinggi
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
6. Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
7. Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu :
Pertama, membahas masalah pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Kedua, bagian ini dikemukakan tiga kasus manajemen pendidikan yang manyangkut fungsi dan peran pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan swasta dalam Sisdiknas dalam usaha mencari jati diri dari lembaga-lembaga pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan swasta dewasa ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, inovasi yang justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai pendidikan tinggi mmerlukan oreientasi kelembagaan dan program secara terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang profesional. Dan mengenai pendidkan daerah terpencil berkisar pada masalah pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga,Tilaar menjelaskan pertama tentang hasil manajemen pendidikan, yaitu kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, tentang pendidikan dalam globalisasi , dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang tentang perlunya terobosan baru dalam strategi pendidikan guru. Diantaranya dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Dan terakir Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi.
F. KESIMPULAN
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.
Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.
Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan dasar dilihat dari berbagai aspek, politik, teknis edukatif, budaya dan profesional, tampak dengan jelas bahwa masalah manajemen pendidikan dasar bukan merupakan masalah kecil dan tidak dapat diletakan dalam dikotomi sederhana: sentralistik vs desentralistik.
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anwar dan Matahari, (2003) Peranan Pondok Pesantren Al Basyariah dalam Mempersiapkan Santri Memiliki Daya Saing Tinggi pada Era Globalisasi, Jurnal Pendidikandan Kebudayaan, Depdiknas
Capra, Fritjof 91981), Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Bentang, Yogyakarta.
Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004 Pembangunan Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Tilaar (2003), Manajemen Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.
Suwarman H, Engking (2005), Mata Kuliah Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah, PLS UPI, Bandung.
http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/manajemen_pendidikan_masa_depan.htm
[1] Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, Di Muat pada Jurnal Edukatif, Dinas Pendidikan Propinis Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar